Ikhbar.com: Tren baru bernama task masking tengah marak di kalangan pekerja Gen Z. Fenomena ini merujuk pada upaya karyawan untuk tampak sibuk di tempat kerja, padahal mereka sebenarnya tidak melakukan banyak hal.
Tren ini kembali mencuat seiring kebijakan perusahaan yang mewajibkan karyawan kembali ke kantor setelah sebelumnya bekerja dari rumah.
Pelatih karier di career.io, Amanda Augustine, menjelaskan bahwa kebijakan return to office sering kali mengirimkan pesan keliru bahwa kehadiran fisik setara dengan produktivitas.
Baca: 3 Biang Kerok Maraknya Pemecatan Karyawan Gen Z
“Para profesional muda percaya bahwa waktu yang dihabiskan di kantor tidak selalu mencerminkan hasil kerja mereka,” ujarnya dikutip dari New York Post, pada Senin, 3 Maret 2025.
Augustine menyebut bahwa penyebab utama task masking bukan sekadar kemalasan, melainkan kelelahan akibat kebijakan kerja di kantor yang kurang efektif.
Sementara itu, CEO Redefining Communications, Jenni Field, menilai bahwa manajemen yang terlalu ketat dan kurangnya pemahaman bisa menjadi penyebab meningkatnya praktik task masking.
CEO City CV, Victoria McLean, menambahkan bahwa fenomena ini seharusnya menjadi alarm bagi manajer.
Para ahli memperingatkan bahwa terus-menerus melakukan task masking dapat menghambat pertumbuhan karier.
Sebagai solusi, McLean menyarankan agar karyawan tidak hanya berusaha terlihat sibuk, tetapi juga meminta lebih banyak tugas yang berarti.
Baca: Jangan cuma Mengeluh dan Membully, Ini Trik Menghadapi Karyawan Gen Z
“Karier dibangun dari hasil, hubungan, dan reputasi, bukan sekadar jumlah jam di meja kerja,” kata McLean.
Survei Workhuman 2024 mengungkapkan bahwa 36% karyawan berpura-pura produktif atau fauxductivity, dan 70% dari mereka merasa hal itu tidak berdampak pada hasil kerja mereka.
Bagi mereka yang merasa lingkungan kerja tidak mendukung produktivitas nyata, para pakar menyarankan untuk berdiskusi dengan atasan, atau mempertimbangkan tempat kerja yang lebih menghargai kontribusi nyata daripada sekadar kehadiran fisik.