Catat! Ini Bahaya Libatkan Anak dalam Kampanye Politik

Ilustrasi. Foto: Dok. Bawaslu

Ikhbar.com: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengingatkan semua pihak untuk tidak melibatkan anak dalam kampanye Pemilu 2024.

“Kontestan Pemilu 2024 diimbau untuk menghadirkan Pemilu yang ramah anak dan tidak melakukan eksploitasi terhadap mereka, terutama saat berkampanye,” ujar Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan KemenPPPA dikutip dari laman resmi pada Kamis, 8 Februari 2024.

Ia menilai, dinamika pesta demokrasi tidak hanya mempengaruhi masyarakat secara umum, tetapi juga memberikan implikasi yang signifikan bagi anak-anak. Menurutnya, pelibatan anak saat kampanye pemilu dapat mengganggu psikologis.  

“Itu yang jarang disadari oleh orang tua anak sendiri. Kondisi psikologis anak dapat terganggu akibat bahasa provokatif yang sering digunakan para peserta pemilu, tim sukses maupun pendukungnya dalam kampanye politik, hal ini juga dapat merampas kenyamanan anak dan waktu luang berkualitas mereka,” kata Ciput.

Selain itu, melibatkan anak dalam kampanye politik juga tidak hanya berpotensi membahayakan tumbuh kembang, tetapi juga melanggar UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Ia menginginkan ada sanksi tersendiri bagi para orang tua yang memaksa anak untuk terlibat dalam kampanye.

Dalam menghadapi permasalahan tersebut, Ciput mengatakan perlunya optimalisasi peran dari lima sektor yang terlibat dalam Pemilu, yakni KemenPPPA, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Baca: JPPRA: Tak Ada Visi Capres untuk Bendung Fenomena Kekerasan Seksual

“Contoh yang baik ialah memfasilitasi tempat khusus bagi anak-anak beraktivitas kreatif edukatif dengan pengawasan orang dewasa, selama orang tuanya berpartisipasi dalam kampanye politik. Selain itu, diperlukan juga memberikan informasi yang layak bagi pemilih pemula. Hal itulah yang harus menjadi acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam proses politik,” katanya.

Ciput mengatakan, pengawasan dari masyarakat terhadap lembaga-lembaga seperti KPU dan Bawaslu sangat diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak anak tetap dihormati dan dilindungi. 

“Penting untuk diingat bahwa edukasi politik bukan hanya tanggung jawab partai politik, tetapi juga tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam proses politik,” jelasnya.

Ia mengaku, dalam upaya meminimalisasi pelanggaran hak anak dalam Pemilu, pihaknya pada 20 November 2023 bersama Kemendagri, KPAI, KPU dan Bawaslu telah menandatangani Surat Edaran Bersama (SEB). Surat tersebut berisi tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 yang Ramah Anak. 

“Langkah tersebut bertujuan untuk melindungi dan memenuhi hak anak dengan tidak mengeksploitasi mereka dalam konteks politik,” ujar Ciput.

Banyak PR

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sylvana Maria Apituley mengungkapkan, upaya untuk mengarusutamakan hak anak dalam Pemilu masih menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar. Pasalnya kasus-kasus pelanggaran hak anak dalam pesta demokrasi itu masih banyak terjadi, baik yang dilaporkan masyarakat maupun temuan-temuan KPAI. 

“Selama satu tahun pengawasan KPAI dalam rangkaian Pemilu 2024, ada 6 kasus yang diadukan kepada KPAI, dan 47 kasus temuan KPAI di media sosial. Dari sejumlah kasus itu, ada 15 bentuk pelanggaran hak anak selama Pemilu,” ungkapnya.

Ia menegaskan, pelanggaran hak anak selama pemilu menjadi pekerjaan rumah sangat besar yang harus segera diatasi. Karenanya, pengawasan, mitigasi, koordinasi, konsolidasi dengan lembaga terkait, serta partai politik untuk memastikan bahwa pelanggaran hak anak masih perlu terus diupayakan.

“Namun nyatanya saat ini masih terdapat pelanggaran hak anak yang terjadi selama pemilu, termasuk bentuk-bentuk baru yang ditemukan dalam Pemilu 2024,” katanya.

Ia menjelaskan, dalam surat edaran bersama, disebutkan 11 bentuk pelanggaran yang harus diperhatikan agar tidak terulang di masa mendatang.

Baca: Jangan Ledek Petugas KPPS, Ini Alasannya menurut Kemenkes

Pihaknya juga mencatat bahwa tempat pendidikan, termasuk pesantren, menjadi target kampanye tim pemenangan. 

“Kurangnya pendidikan politik, kurangnya pendidikan kewarganegaraan, dan kurangnya ruang bagi anak-anak untuk berekspresi dan berpartisipasi dalam politik juga menjadi perhatian serius,” ucap dia.

Sylvana mengingatkan, perspektif hak anak dan prinsip kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi kunci bagi masyarakat. KPAI juga menemukan bahwa terdapat kasus eksploitasi anak-anak yang terlibat sebagai pelaku penyerangan antar massa. 

“Oleh karena itu, orang dewasa harus hati-hati dalam memperlakukan anak, penting untuk terus mengedukasi publik mengenai hak-hak asasi anak yang dilindungi oleh konstitusi,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa perlindungan terhadap anak dalam konteks politik harus menjadi perhatian serius bagi semua kontestan pemilu 2024. 

“KPAI memberikan apresiasi terhadap calon atau kontestan yang menjauhkan anak-anak dari kampanye politik. Meski begitu, masih perlu pendampingan yang lebih baik bagi anak-anak dalam politik untuk mencegah terjadinya kekeliruan,” katanya.

Senada dengan itu, Psikolog Anak dan Principal Child Psychologist Tentang Anak, Grace Eugenia Sameve mengatakan, penting bagi setiap anak untuk mendapatkan perlindungan dari segala bentuk penyalahgunaan dalam politik. 

Ia menegaskan, meskipun secara langsung mungkin tidak terlihat, pemilu memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan anak-anak.

“Anak-anak belum memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang bersifat abstrak, mereka lebih cenderung untuk meniru perilaku yang mereka lihat. Sehingga penting untuk memperhatikan kapan dan bagaimana anak-anak terlibat dalam kegiatan politik seperti pemilu. Risiko harus dipertimbangkan dengan cermat ketika mengajak anak-anak terlibat dalam proses politik,” jelas dia.

“Bagi mereka yang ikut dalam kontestasi maupun yang memiliki hak pilih, penting untuk tetap mempertimbangkan kata-kata dan perilaku yang digunakan dalam diskusi politik,” imbuhnya.

Grace menjelaskan, di tengah pesta demokrasi yang masih berlangsung, semua pihak masih harus memikirkan masa depan anak-anak, termasuk hak pilihnya di masa mendatang. 

“Bagaimana anak-anak akan menggunakan hak pilih mereka di masa depan, dan bagaimana mereka akan berkontribusi sebagai warga negara harus menjadi pertimbangan utama dalam proses politik saat ini,” tandasnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.