Ikhbar.com: Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau stasiun televisi (TV) nasional agar mengganti tayangan azan Maghrib dengan running text (teks berjalan) saat misa Paus Fransiskus berlangsung di Jakarta pada Jumat, 5 September 2024.
Imbauan tersebut diterbitkan Kemenag melalui surat yang disampaikan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo tertanggal 1 September 2024.
“Kementerian Agama menyarankan agar Misa yang dipimpin oleh Paus Fransiskus pada tanggal 5 September 2024 pada pukul 17.00 s.d. 19.00 WIB disiarkan secara langsung dengan tidak terputus pada seluruh televisi nasional,” tulis surat yang ditandangani Dirjen Bimas Katolik Suparman dan Dirjen Bimas Islam, Kamaruddin Amin itu.
Juru bicara Menteri Agama, Sunanto menjelaskan alasan Kemenag mengirimkan surat imbauan tereebut kepada Kemenkominfo. Menurutnya, misa akan diikuti puluhan ribu umat Katolik. Selain umat yang hadir langsung ke GBK, ibadah tersebut juga akan diikuti umat yang menonton melalui siaran TV.
“Kapasitas yang ikut misa di Gelora kan gak cukup, bahkan disiarkan secara langsung kan oleh TV-TV nasional,” katanya.
“Untuk menghargai keutuhan ibadah umat katolik, maka Kemenag meminta untuk azan itu biar tidak terpotong ibadah misa-nya,” imbuhnya.
Ia menegaskan, kebijakan tersebut merupakan jalan tengah agar ibadah umat Katolik tidak terpotong. Di sisi lain, imbauan itu juga untuk menghargai toleransi sekaligus menghargai ibadah agar mereka beribadah secara utuh.
Baca: Paus Fransiskus Jadi Saksi Keberagaman di Indonesia, Harap Menag
Sementara untuk teknis penayangan azan melalui running text ini diserahkan sepenuhnya kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama dengan stasiun televisi terkait.
Imbauan Kominfo tersebut tertulis dalam surat nomor B-2026/DJJPI/HM.05.08/09/2024 dan ditandatangani oleh Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Wayan Toni Supriyanto.
Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Ni’am Sholeh menilai bahwa kebijakan mengganti azan Maghrib dengan running teks di TV tidak melanggar syariat.
“Sebenarnya dari aspek syar’i, tidak ada yang dilanggar. Dan itu bagian dari solusi. Isunya bukan meniadakan azan. Hal itu untuk kepentingan siaran live misa yang diikuti jamaat Kristiani yang tidak dapat ikut ibadah di GBK,” ujar Niam dikutip dari Antara pada Rabu, 4 September 2024.
Kiai Ni’am menilai, kebijakan tersebut merupakan bentuk penghormatan kepada pelaksanaan umat Kristiani. Untuk itu, ia meminta masyarakat untuk bijak dalam menanggapi imbauan dari Kemenag itu.
“Konteksnya bukan karena Paus Fransiskus datang lantas azan diganti. Tetapi karena ada pelaksanaan ibadah misa secara live yang diikuti jemaat melalui TV secara live dan jika terjeda akan mengganggu ibadah,” kata dia.
Menurutnya, kebijakan tersebut sama halnya ketika sebuah pertandingan sepak bola yang disiarkan secara langsung. Jika hal itu berbarengan dengan azan, maka biasanya pihak penyiar menganggu dengan teks berjalan.
“Tidak ada masalah, ini soal kearifan lokal saja,” katanya.
Penjelasan lebih lanjut disampaikan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis. Ia menjelaskan bahwa azan di TV itu bersifat rekaman elektronik. Umat Islam tidak perlu gelisah dan tidak perlu timbul salah paham.
“Itu azan elektronik. Jadi bukan azan suara di masjid yang dihentikan. Azan yang sebenarnya di masjid-masjid tetap berkumandang sebagai penanda waktu shalat dan ajakan salat yang sesungguhnya,” kata Cholil.
Senada dengan Kiai Ni’am, ia menyebut bahwa kebijakan tersebut merupakan bentuk penghormatan terhadap umat Katolik yang tengah menjalankan ibadah misa.
“Tidak apalah. Saya setuju azan di TV diganti running text demi menghormati saudara-saudara kita umat Katolik yang sedang misa,” ujarnya.
Respons positif juga disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ulil Abshar Abdalla. Ia menegaskan pihaknya mendukung imbauan Kemenag tersebut.
Baca: PBNU kepada Paus Fransiskus: Selamat Datang di Negeri Toleransi
“Saya juga mendukung anjuran Kementerian Agama kepada stasiun televisi untuk tidak menyiarkan azan secara suara, secara audio, seperti lazim yang kita saksikan setiap hari di televisi kita,” ujarnya.
Sama seperti MUI, sosok yang akrab disapa Gus Uli itu juga menilai bahwa inbauan tersebut dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap umat Katolik yang tengah beribadah.
“Untuk menghormati ibadahnya umat Katolik yang sedang disiarkan secara langsung pada jam 17.00 WIB sampai jam 19.00 WIB,” katanya.
Selain itu, Gus Ulil mengapresiasi penyiaran langsung misa Katolik di Gelora Bung Karno, Jakarta, melalui stasiun televisi. Menurutnya, langkah tersebut merupakan bentuk dukungan kepada umat Katolik yang menerima kunjungan pemimpin tertinggi mereka.
“Saya menghargai kebijakan Kemenag, dalam hal ini Bimas Islam dan Bimas Katolik,” katanya.
Lebih lanjut, Gus Ulil menilai kebijakan Kemenag tersebut menunjukkan penghargaan negara terhadap umat Katolik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas yang menegaskan bahwa Kemenag bukan hanya milik umat Islam, tetapi juga seluruh agama.
“Kemenag tidak hanya milik umat Islam, tetapi juga milik semua agama. Saya senang dan mendukung kebijakan Kemenag kali ini yang sangat toleran dan menghargai umat Katolik,” ujarnya.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Anderyan Noor. Ia mendukung imbauan Kemenag yang secara tidak langsung mencerminkan bentuk toleransi umat beragama.
“Mendukung sebagai langkah toleransi beragama dan untuk menghormati umat Katolik, maka Kemenag menyarankan kepada Kominfo agar pada saat itu azan Maghrib tetap diumumkan di televisi, tapi melalui running text atau teks berjalan. Dengan demikian, pada momen ini tayangan kumandang adzan tidak ditampilkan seperti biasanya,” kata Anderyan.
Ia mengaku pihaknya tidak mempermasalahkan azan di TV diganti dengan running text. Pasalnya, kebijakan Kemenag itu dilakukan demi menghormati saudara-saudara yang sedang melaksanakan misa.
“Karena itu juga azan elektronik, bukan suara langsung dari masjid. Azan di masjid tetap berkumandang sebagai ajakan salat yang sesungguhnya, lagian dari 365 hari masa sehari saja untuk toleransi kita tidak mau menghormati saudara kita untuk beribadah,” tandasnya.