Ikhbar.com: Fenomena akibat pendidihan global terjadi di Benua Amerika. Danau Titicaca yang biasanya memiliki air yang melimpah, kini tampak nyaris kering.
Danau yang berada di pegunungan Andes, tepatnya di antara perbatasan dua negara, yaitu Peru di sisi barat, dan Bolivia sisi di timur itu kian menyusut hingga nampak dasarnya.
Kondisi tersebut memicu kekhawatiran warga setempat yang bergantung dengan danau terbesar di Amerika Selatan itu.
Secara global, bulan Juli merupakan cuaca terpanas yang pernah tercatat karena musim kemarau yang berkepanjangan. Hal itu diyakini akan mengancam manusia dan hewan yang bergantung dari danau tersebut.
Baca: Biang Kerok Pendidihan Global
Dikutip dari Reuters, Danau Titicaca hanya memiliki kedalaman 30 cm dari rekor terendahnya pada tahun 1996. Bencana tersebut diprediksi terus berlangsung hingga November mendatang.
Dalam laporan tersebut, di sepanjang tepian danau yang membentang luas, area yang tadinya subur kini telah berubah menjadi debu. “Ini seperti bumi yang terbakar,” keluh pemimpin Huarina Gabriel Flores dikutip pada Senin, 7 Agustus 2023.
Bahkan dalam sebuah foto, tampak seorang nelayan perempuan masih mencari ikan di air yang tersisa dari Danau Titicaca. Ia berharap masih adanya ikan yang masih hidup di dalamnya meski dengan air yang dangkal.
Menurut para ahli dari Universitas Teknik Oruro Bolivia, perairan Danau Titicaca selama beberapa dekade telah surut dan mengalir pada ketinggian sekitar 3.800 meter atau 12.500 kaki di atas permukaan laut. Kondisi itu membuatnya kian rentan terhadap penguapan oleh radiasi matahari.
Kekeringan tercatat dalam sejarah di Amerika Selatan juga menghantam sektor pertanian penting Argentina. Hal itu mendorong Dana Moneter Internasional memperkirakan kontraksi ekonomi 2,5% tahun ini sebagai hasilnya.