Uang Cukai Rokok Dipakai untuk Apa? Begini Penjelasannya!

Ilustrasi cukai rokok. Foto: Dok. Peruri

Ikhbar.com: Triliunan rupiah mengalir ke kas negara dari sektor cukai rokok setiap tahunnya. Dana tersebut dialokasikan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari kesejahteraan masyarakat, kesehatan, dan penegakan hukum.

Pemerintah menegaskan bahwa dana yang terhimpun dari cukai rokok tersebut bukan sekadar alat penerimaan, tetapi juga ditujukan untuk mengatasi dampak dari konsumsi tembakau.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menjelaskan, cukai rokok memiliki fungsi ganda, yakni sebagai sumber penerimaan negara dan sebagai alat pengendali konsumsi produk berisiko.

“Cukai tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga digunakan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif konsumsi rokok,” kata Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana dikutip dari laman bea-cukai.go.id pada Sabtu, 26 Juli 2025.

Baca: Pemprov Jabar Musnahkan Rokok Ilegal Senilai Rp29,5 Miliar

Sebagian dari dana ini kemudian dialokasikan ke daerah dalam bentuk Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). Pemerintah telah memperbarui aturannya melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2024, yang menjadi penyempurnaan dari PMK sebelumnya Nomor 215/PMK.07/2021.

Berdasarkan PMK 72/2024, alokasi DBH CHT dibagi ke dalam tiga fokus utama:

1. Kesejahteraan masyarakat

Sebesar 50% dari total DBH CHT dialokasikan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat. Alokasi ini diarahkan untuk membiayai berbagai program pelatihan dan pemberdayaan petani tembakau, khususnya dalam peningkatan kualitas bahan baku dan penerapan teknologi pertanian yang lebih baik.

Selain itu, pembinaan terhadap industri hasil tembakau juga menjadi bagian dari program ini, termasuk dukungan terhadap usaha kecil-menengah, pengawasan proses produksi, dan pengelolaan limbah industri. Bantuan sosial juga disiapkan bagi buruh pabrik rokok serta petani yang terdampak kebijakan pengendalian konsumsi tembakau.

2. Kesehatan

Selanjutnya, sebanyak 40% dari dana DBH CHT digunakan untuk sektor kesehatan. Dana ini dimanfaatkan untuk memperkuat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meningkatkan layanan kesehatan di daerah, dan menangani penyakit yang ditimbulkan oleh konsumsi rokok seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kanker paru-paru, serta penyakit jantung dan pembuluh darah.

Di samping itu, alokasi ini juga mendukung pengadaan fasilitas kesehatan yang lebih merata dan aksesibel.

3. Penegakan hukum

Berikutnya, sebesar 10% sisa dari DBH CHT diarahkan untuk bidang penegakan hukum. Penggunaan dana di sektor ini mencakup kegiatan sosialisasi dan edukasi tentang regulasi cukai kepada masyarakat dan pelaku usaha.

Selain itu, dana ini juga membiayai operasi pengawasan dan penindakan terhadap rokok ilegal, termasuk peredaran pita cukai palsu. Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah terus memperkuat sinergi dalam menjaga kepatuhan serta pemberantasan praktik ilegal di sektor hasil tembakau.

“Dana ini juga digunakan untuk mendukung upaya kami memberantas rokok ilegal yang merugikan negara dan merusak tatanan pasar,” kata Kepala Subdit Humas DJBC, Budi Prasetiyo.

Transparansi dan sanksi

Pemerintah pusat mewajibkan setiap pemerintah daerah menyusun Rencana Kegiatan dan Penganggaran (RKP) secara berkala untuk dana DBH CHT. Evaluasi dilakukan secara nasional, dan jika ditemukan penyalahgunaan atau penyimpangan, sanksi berupa penangguhan atau penghentian alokasi bisa dijatuhkan.

“Pengawasan melekat diperlukan agar dana benar-benar menyentuh sasaran, terutama untuk layanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,” tegas Hatta Wardhana dalam siaran pers Bea Cukai.

Strategi nasional

Menurut Kementerian Keuangan, peningkatan tarif cukai rokok setiap tahun bukan hanya bertujuan menambah penerimaan, tetapi juga strategi untuk mengurangi prevalensi perokok aktif, terutama di kalangan anak dan remaja.

Laporan Kemenkeu.go.id menyebutkan bahwa target jangka panjang dari kebijakan ini adalah menurunkan angka perokok usia 10–18 tahun dari 9,1% (2018) menjadi 8,7% pada 2024.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.