Ikhbar.com: Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Prof. Rose Mini Agoes Salim menegaskan hukuman fisik sudah tidak cocok dilakukan dengan dalih mengubah perilaku anak menjadi lebih baik.
“Karena banyak orang tua sekarang yang melakukan hukuman fisik, tetapi anak tidak berubah. Itu artinya hukuman ini tidak membuat anak jera. Harus dengan pendekatan lain,” katanya, dikutip dari Antara, Sabtu, 5 Oktober 2024.
Baca: JPPRA Minta Dugaan Kekerasan Siram Santri dengan Air Cabai di Aceh Diusut Tuntas
Dia mengatakan, anak-anak memiliki alasan yang menyebabkan mereka melakukan pelanggaran. Biasanya, karena tidak mengetahui atau tidak memiliki pemahaman terhadap aturan yang berlaku, ingin mencari perhatian di sekitarnya, atau terpaksa melakukan pelanggaran karena situasi tertentu.
Hukuman fisik seperti memukul tidak bisa dijadikan satu alat untuk bisa membuat perilaku anak berubah menjadi lebih baik. Dalam prosesnya, anak harus mengetahui konsekuensi dari melakukan pelanggaran tersebut dan mamahami manfaat jika tidak melakukan hal yang melanggar peraturan.
Prof. Romi, sapaan karibnya, juga mengatakan, mengubah perilaku anak harus dilihat dari sisi kognitif, afektif, dan psikomotor yang disebut dengan shaping atau membentuk perilaku.
“Bisa dengan cara macam-macam. Jadi memberikan informasi pemahaman dulu, kognitif, afektif, baru psikomotor supaya dalam proses perilaku dia paham kalau ini untuk kebaikan dia, mungkin dia tidak akan melakukan lagi hal-hal yang buruk lagi,” katanya.
Dia menjelaskan, orang tua bisa memberikan pemahaman melalui komunikasi secara kognitif dan melihat dampak emosinya jika dia tidak melakukan pelanggaran. Dari cara ini secara psikomotor anak akan menghentikan perilaku buruk tersebut.
Pemahaman tentang konsekuensi juga perlu diberikan agar anak paham kenapa ia tidak boleh melakukan hal yang melanggar ketentuan.
Baca: Kemen-PPPA: Jangan Gunakan Kekerasan untuk Dalih Pendisiplinan Anak
Menurutnya, hukuman tidak harus selalu diberikan jika anak membuat kesalahan. Namun, juga tidak boleh terlalu dimanjakan dengan hadiah sebagai tanda anak menuruti kemauan orang tua karena bisa merusak mentalnya dan selalu mengharapkan imbalan.
“Kalau bisa, hukuman diambil sebagai langkah terakhir. Kalau masih bisa diajak bicara, masih bisa memberikan informasi kepada anak kenapa dia melakukan pelanggaran itu, nasihat dengan volume suara masih tidak terlalu tinggi, sehingga anak tidak takut pada orang tua,” katanya.
Anak yang sering diberikan hukuman, kata Prof. Romi, bisa menjadikan mereka anak pemberang atau kasar di luar rumah karena melihat apa yang diperlakukan oleh orang tua kepadanya.
Anak juga bisa menjadi tertekan, tidak percaya diri, penuh dengan self esteem (rasa percaya diri) yang rendah karena dipermalukan.
“Sehingga menghukum anak memiliki banyak dampak psikologis dan sebaiknya tidak memukul, melakukan hukuman fisik maupun hukuman verbal,” katanya.