Pemred Ikhbar.com: AI Singkatan dari Asisten Ide

Pemimpin Redaksi Ikhbar.com, Ustaz Sofhal Adnan saat memberikan materi pelatihan AI yang digelar digelar Ikhbar Academy di Kantor Redaksi Ikhbar.com, kompleks Pondok Pesantren Ketitang, Cirebon pada Sabtu, 27 September 2025. Foto: IKHBAR/Doh

Ikhbar.com: Pemimpin Redaksi Ikhbar.com, Ustaz Sofhal Adnan, menyebut artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan bukan sekadar teknologi, melainkan asisten ide yang dapat menjadi mitra strategis bagi jurnalis.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam pelatihan bertajuk “The AI Survival Kit: Creativity, Career, and Critical Thinking” yang digelar Ikhbar Academy di Kantor Redaksi Ikhbar.com, kompleks Pondok Pesantren Ketitang, Cirebon pada Sabtu, 27 September 2025.

“Menurut saya, AI itu lebih pas jika disebut atau singkatan dari Asisten Ide. Sebab dia dapat membantu segala kebutuhan ide manusia, terutama dalam hal menulis,” ujarnya.

Menurut Ustaz Sofhal, AI kian terintegrasi dalam praktik jurnalistik modern. Salah satu keunggulannya adalah membantu wartawan menggali ide berita, menyusun kerangka tulisan, hingga menyediakan latar belakang isu.

“AI bisa memberikan pintu masuk liputan, tapi tidak bisa menggantikan riset lapangan dan wawancara,” tegasnya.

Baca: Direktur Ikhbar Academy: ‘Berbicara’ dengan AI adalah Keterampilan Wajib Era Digital

Ia mencontohkan, cukup dengan perintah sederhana, AI dapat memberikan lima sudut pandang liputan terkait kemacetan di Jakarta. Mulai dari dampak terhadap kualitas udara, kerugian ekonomi akibat hilangnya waktu produktif, kesehatan mental warga kota, pengalaman pengemudi ojek online, hingga evaluasi kebijakan transportasi publik.

Selain itu, AI juga mampu menyusun outline berita yang sistematis, mulai dari pendahuluan hingga penutup. Namun, kata Sofhal, wartawan tetap harus melengkapinya dengan data resmi, hasil wawancara, serta observasi lapangan agar berita lebih kredibel.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya kolaborasi antara manusia dan AI dalam ruang redaksi. Ada tiga aspek yang tidak bisa digantikan mesin, yakni editing, verifikasi fakta, dan gaya bahasa.

“AI bisa cepat, tapi kerap salah konteks atau bahkan halusinasi data. Karena itu, setiap klaim harus diverifikasi dengan sumber resmi seperti BPS, WHO, atau kementerian terkait,” ujarnya.

Menurutnya, gaya bahasa juga menjadi ciri khas tiap media. Oleh karena itu, jurnalis tetap berperan penting memastikan narasi sesuai dengan identitas redaksi.

Dalam sesi praktik, peserta pelatihan diajak membuat artikel pendek menggunakan AI, lalu menyempurnakannya secara manual. Ia mencontohkan bagaimana draft kaku dari AI bisa dipoles menjadi berita bernilai dengan menambahkan kutipan narasumber, konteks sosial, hingga nuansa emosional.

“Teknologi memberi fondasi, tapi unsur manusiawi datang dari reporter di lapangan,” jelasnya.

Di akhir sesi, ia menekankan pentingnya menjaga etika penggunaan AI. Tiga hal yang harus diperhatikan jurnalis, kata Ustaz Sofhal, adalah plagiarisme, originalitas, dan integritas.

“Tanpa etika, teknologi hanya mempercepat kesalahan. Dengan etika, AI bisa menjadi mitra strategis bagi jurnalisme yang cepat, akurat, dan tetap manusiawi,” pungkasnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.