Menjaga Hutan adalah Ibadah: Pesan Prof Rokhmin di Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah

Prof. Dr. H. Rokhmin Dahuri, saat menjadi pembicara kunci dalam acara bertajuk “Pembangunan Hutan Berkelanjutan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif, Kesejahteraan Masyarakat, dan Pelestarian Lingkungan” pada kegiatan Green Awareness Movement yang digelar Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Jumat, 10 Oktober 2025. Dok IST

Ikhbar.com: Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof. Dr. H. Rokhmin Dahuri, MS, menegaskan bahwa menjaga kelestarian hutan merupakan bentuk ibadah dan amanah Ilahi, bukan semata kewajiban ekologis.

Hal itu disampaikan dalam pidato kunci bertajuk “Pembangunan Hutan Berkelanjutan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif, Kesejahteraan Masyarakat, dan Pelestarian Lingkungan” pada kegiatan Green Awareness Movement yang digelar Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Jumat, 10 Oktober 2025.

“Ketika kita berbicara tentang hutan, sesungguhnya kita sedang berbicara tentang napas kehidupan bangsa, bahkan umat manusia se-dunia,” ujar Prof. Rokhmin mengawali pidatonya.

Baca: Prof. Rokhmin Dahuri: Pelestarian Hutan Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi

Ia menekankan bahwa hutan bukan hanya hamparan pepohonan, melainkan ekosistem kehidupan yang menopang air, udara, pangan, obat-obatan, bahan bangunan, energi, hingga iklim. Bersama ekosistem laut, katanya, hutan menjadi benteng terakhir yang memastikan keberlanjutan bumi dan kesejahteraan manusia.

Menurut Prof. Rokhmin, Indonesia memiliki lebih dari 95 juta hektare kawasan hutan—sekitar 51 persen dari total daratan nasional—yang menjadikannya hutan terluas ketiga di dunia setelah Brasil dan Kongo. Namun, anugerah besar itu juga menjadi ujian moral.

“Apakah kita mampu menjaganya sebagai khalifah yang memakmurkan, atau justru menjadi perusak bumi,” katanya.

Sebagai anggota Majelis Pakar PP Muhammadiyah sekaligus anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Rokhmin menegaskan bahwa ajaran Islam telah memberi pedoman jelas tentang tanggung jawab manusia terhadap alam.

“Dalam perspektif Islam, kita manusia sebagai khalifah Allah Swt di bumi berkewajiban bukan hanya memanfaatkan bumi, termasuk ekosistem hutan, tetapi juga menjaga kelestariannya,” ujarnya.

Ia mengutip firman Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 56, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi setelah Allah memperbaikinya.”

Prof. Rokhmin juga menyampaikan sabda Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan Ahmad, “Jika kiamat hampir tiba, dan di tanganmu ada bibit pohon, maka tanamlah.”

Menurutnya, pesan itu menggambarkan kuatnya dimensi spiritual dalam menjaga alam.

“Ayat dan hadis tersebut menegaskan bahwa menjaga dan memulihkan hutan adalah ibadah, adalah amanah,” ujarnya.

Dalam paparannya, Prof. Rokhmin menjelaskan nilai ekologis, ekonomi, dan sosial yang terkandung dalam ekosistem hutan Indonesia. Ia menyebut, hutan berperan besar dalam mitigasi perubahan iklim karena mampu menyerap lebih dari 400 juta ton karbon dioksida setiap tahun. Hutan juga berfungsi mengatur siklus air, mencegah banjir dan longsor, serta menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 35 juta masyarakat di sekitar kawasan hutan.

Baca: Prof. Rokhmin Dahuri: Indonesia Emas 2045 Mustahil tanpa Keadilan Hukum

“Sektor kehutanan menyumbang 6,5 miliar dolar AS devisa ekspor dan sekitar 0,7 persen terhadap PDB nasional. Bila nilai jasa lingkungan dan ekowisata dimasukkan, kontribusinya bisa mencapai tiga persen,” jelasnya.

Meski demikian, Prof. Rokhmin mengingatkan bahwa pembangunan hutan berkelanjutan tidak boleh hanya berorientasi pada pelestarian pohon, tetapi juga harus memastikan kesejahteraan rakyat secara adil dan berkelanjutan.

Namun, di balik potensi besar itu, ia menyoroti berbagai persoalan yang masih membelit tata kelola kehutanan. Tumpang tindih regulasi, deforestasi yang masih mencapai 490 ribu hektare per tahun, penebangan liar, kebakaran hutan, serta alih fungsi lahan disebutnya sebagai masalah serius yang merusak ekosistem dari hulu hingga pesisir.

“Kita juga menghadapi kesenjangan ekonomi antara masyarakat sekitar hutan dan pemegang izin usaha besar, serta minimnya perhutanan sosial produktif yang memberi nilai tambah bagi rakyat,” tuturnya.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2001–2004 itu menegaskan perlunya perubahan paradigma. Menurutnya, pengelolaan hutan harus bergeser dari eksploitasi sumber daya menuju sistem yang berkelanjutan dan berkeadilan.

“Kita harus beralih dari hanya mengambil hasil kayu menjadi mengelola ekosistem hutan secara produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, dan ramah lingkungan,” ujarnya.

Prof. Rokhmin kemudian memaparkan tiga pilar pembangunan hutan berkelanjutan: ekologi, ekonomi, dan sosial. Dari sisi ekologi, ia menekankan rehabilitasi daerah aliran sungai dan mangrove, penguatan kawasan konservasi berbasis komunitas, serta pemanfaatan jasa lingkungan seperti kredit karbon dan ekowisata.

Di bidang ekonomi, Prof. Rokhmin mendorong pengembangan industri hilir berbasis hasil hutan kayu dan nonkayu, seperti madu, gaharu, kopi hutan, damar, dan produk farmasi. Dari sisi sosial, ia menegaskan pentingnya pelibatan masyarakat lokal, masyarakat adat, dan pesantren dalam tata kelola hutan, termasuk pendidikan lingkungan sejak usia dini.

Sebagai legislator, ia juga mendorong sejumlah langkah konkret, mulai dari sinkronisasi regulasi lintas sektor hingga alokasi anggaran kehutanan yang memadai untuk perhutanan sosial dan rehabilitasi lahan. Ia mengusulkan kebijakan fiskal hijau serta kemitraan multipihak antara pemerintah, akademisi, ormas Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), serta dunia usaha.

“Gerakan Muhammadiyah untuk Hutan Lestari telah membuktikan bahwa sinergi agama dan ekologi dapat berjalan beriringan,” katanya.

Dalam penutup pidatonya, Prof. Rokhmin kembali menegaskan bahwa pembangunan hutan berkelanjutan bukan hanya proyek ekologis, tetapi juga perjuangan moral dan peradaban.

“Kita tidak sedang menanam pohon, tetapi menanam masa depan bangsa,” ucapnya.

Ia menutup dengan mengutip hadis Nabi, “Barangsiapa menanam satu pohon, maka setiap daun yang tumbuh akan menjadi sedekah baginya.”

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.