Kemenkum Tegaskan Sound Horeg Wajib Patuhi Norma Agama dan Sosial

Ilustrasi: Karnaval Sound Horeg yang diiringi perangkat audio berkapasitas besar di Desa Urek-urek Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada Sabtu, (12/7/2025). Foto: ANTARA FOTO /Irfan Sumanjaya

Ikhbar.com: Kementerian Hukum (Kemenkum) baru-baru ini turut memberikan komentar terkait polemik fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa sound horeg hukumnya haram dalam konteks tertentu.

Melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kemenkum menekankan pentingnya membatasi ekspresi seni yang melanggar norma dan ketertiban publik.

Dirjen DJKI, Razilu menjelaskan bahwa pertunjukan seni yang diekspresikan secara publik secara otomatis memperoleh perlindungan hak cipta. Namun, ia mengingatkan bahwa pelaksanaannya tidak boleh berlebihan dan harus mempertimbangkan lingkungan sekitar.

“Kalau sudah berlebihan dan tidak terkendali, bisa menimbulkan masalah. Terutama jika dilakukan di area terbuka atau lingkungan permukiman yang dihadiri berbagai kalangan dan usia,” ujar Razilu dalam keterangannya di laman resmi Kanwil Kemenkum Kepulauan Riau dikutip pada Sabtu, 19 Juli 2025.

Baca: Tok! Polisi Resmi Larang Sound Horeg

Ia menambahkan bahwa bentuk seni seperti sound horeg tetap harus tunduk pada norma agama, sosial, serta menjaga ketertiban umum. Ketika pertunjukan tersebut justru menimbulkan keresahan atau pelanggaran norma, maka pembatasan bisa diberlakukan.

“Sebagai ekspresi seni, sound horeg harus tunduk pada norma agama, sosial, dan ketertiban umum. Kalau sudah merusak atau memicu persoalan, tentu harus dibatasi. Apalagi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sudah memberikan batasan yang jelas,” tambahnya.

Dalam hal ini, Pasal 50 UU Hak Cipta menegaskan larangan atas pengumuman, distribusi, dan komunikasi karya cipta yang bertentangan dengan nilai moral, agama, kesusilaan, ketertiban umum, serta keamanan nasional.

Razilu juga meluruskan bahwa fatwa MUI tidak melarang penggunaan sound horeg secara keseluruhan. Penggunaan dengan tingkat suara yang wajar untuk kegiatan-kegiatan positif seperti akad nikah, pengajian, selawatan, dan sejenisnya, dinilai tidak masalah selama tidak mengandung unsur yang diharamkan.

“Yang paling penting adalah adanya pengaturan izin dan pengawasan saat pelaksanaan. Keterlibatan lembaga yang berwenang menjadi hal utama dalam pengendalian sound horeg,” tegasnya.

Di sisi lain, Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) telah mengeluarkan kebijakan pelarangan sound horeg secara resmi. Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai sanksi hukum bagi pihak yang tetap menggunakannya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.