Kemenag Minta Tafsir Al-Qur’an Lebih ‘Hijau’, Apa Itu?

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i saat menutup International Conference on Islamic Ecotheology for the Future of the Earth (ICIEFE) 2025 sekaligus The Kick Off for the Refinement of Mora’s Quranic Tafsir, di Jakarta pada Selasa, (15/7/2025). Foto: Kemenag.

Ikhbar.com: Kementerian Agama (Kemenag) mulai mengarahkan penyempurnaan tafsir Al-Qur’an agar lebih “hijau” atau mencerminkan dimensi ekologis. Isu keseimbangan alam kini menjadi sorotan dalam proses revisi tafsir yang diterbitkan lembaga tersebut.

Wakil Menteri Agama (Wamenag), Romo Muhammad Syafi’i menyampaikan bahwa selama ini pemahaman terhadap Al-Qur’an masih cenderung terbatas pada aspek ibadah ritual. Padahal, menurutnya, Rasulullah Saw adalah cerminan ajaran Islam yang utuh, termasuk dalam hal kepedulian terhadap lingkungan.

“Selama ini, Al-Qur’an sering dipahami sebatas ayat-ayat ibadah, padahal Rasulullah adalah representasi sempurna dari ajaran Islam yang menyeluruh, termasuk ekoteologi,” ujar Romo Syafi’i.

Pernyataan itu disampaikannya saat menutup International Conference on Islamic Ecotheology for the Future of the Earth (ICIEFE) 2025 sekaligus meresmikan Kick Off for the Refinement of Mora’s Quranic Tafsir di Jakarta pada Selasa, 15 Juli 2025.

Baca: Amanat Kesalingan Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Al-Qur’an

Romo Syafi’i menekankan, upaya pembaruan tafsir ini merupakan bagian dari misi besar untuk menghadirkan Islam yang kaffah, yakni ajaran yang tidak hanya fokus pada aspek spiritual, tetapi juga mengangkat nilai-nilai keadilan ekologis dan pelestarian alam.

Menurutnya, pendekatan tafsir yang menyeluruh wajib memasukkan unsur keterhubungan antara manusia, makhluk hidup lain, dan lingkungannya.

“Jika kita bicara keseimbangan alam, semua makhluk saling terkait. Untuk itu, penyempurnaan tafsir ini harus mempertimbangkan seluruh aspek secara menyeluruh,” tegasnya.

Dalam acara yang sama, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, KH Abu Rokhmad menyampaikan bahwa konferensi tersebut merupakan hasil kolaborasi antara Ditjen Bimas Islam dan Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM, khususnya melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ).

Ia mengungkapkan bahwa Bimas Islam telah menggulirkan berbagai program yang berpihak pada pelestarian lingkungan. Salah satu yang menonjol adalah program “Satu Pohon Satu Pengantin.”

“Progtam ini mewajibkan setiap calon pengantin untuk menanam satu pohon sebagai simbol tanggung jawab terhadap bumi sebelum menikah,” katanya.

Selain itu, ada pula inisiatif “Wakaf Hutan” untuk konservasi kawasan hijau serta “Gerakan Gaya Hidup Tanpa Sampah” yang diinisiasi para penyuluh agama. Gerakan ini mendorong masyarakat untuk memilah sampah sejak dari rumah sebagai langkah awal mencintai bumi.

Langkah Kemenag dalam mengintegrasikan nilai-nilai ekologi ke dalam tafsir Al-Qur’an dinilai sebagai bentuk nyata keberpihakan negara terhadap isu lingkungan dalam bingkai keislaman. Hal ini sejalan dengan semangat Islam Rahmatan lil ‘alamin yang menebar rahmat bagi seluruh alam.

Dengan penyempurnaan tafsir yang mempertimbangkan keseimbangan alam, Kemenag berharap generasi Muslim ke depan tidak hanya paham agama secara tekstual, tetapi juga memiliki kesadaran ekologis sebagai bagian dari pengamalan iman.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.