JPH, Cara Kemenag Sulap Halal Jadi Gaya Hidup

Direktur Jaminan Produk Halal, Muhammad Fuad Nasar. Foto: Dok Kemenag

Ikhbar.com: Kementerian Agama (Kemenag) resmi membentuk Direktorat Jaminan Produk Halal (JPH) sebagai langkah strategis untuk memperkuat sistem dan budaya halal di Indonesia. Pembentukan ini mengacu pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 33 Tahun 2024 mengenai struktur organisasi dan tata kerja Kemenag.

Direktorat baru ini berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam. Direktur JPH, Muhammad Fuad Nasar menjelaskan bahwa peran direktorat ini bukan sebagai lembaga sertifikasi, melainkan pengawal kebijakan dan penguatan nilai-nilai halal dalam konteks yang lebih luas.

“(Direktorat JPH) menempatkan diri sebagai pengawal regulasi perundang-undangan dan arah kebijakan halal, namun tidak mengelola sertifikasi dan pencantuman label halal,” ujarnya dalam pernyataan resmi pada Senin, 4 Agustus 2025.

Tugas JPH

Tugas utama Direktorat JPH mencakup penyusunan kebijakan, pemantauan, evaluasi, hingga pelaporan pelaksanaan program jaminan produk halal. Penanganan teknis, seperti pendaftaran dan penerbitan sertifikat, tetap berada di tangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Baca: Menag: Jadikan Halal sebagai Filosofi Hidup

“Terkait pelaksanaan teknis, mulai dari pendaftaran, verifikasi, penerbitan sertifikat halal, hingga pengawasan dan pembinaan teknis terhadap Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H), serta Auditor Halal, kewenangan utamanya berada pada BPJPH,” jelas Fuad.

Kebijakan yang dirancang mencakup penyusunan pedoman teknis, strategi nasional, serta edukasi halal yang digerakkan oleh nilai-nilai agama. Selain itu, direktorat juga akan melakukan pemantauan terhadap implementasi jaminan halal secara nasional agar sesuai prosedur dan prinsip yang berlaku.

“Melalui mekanisme ini, kami mengidentifikasi tantangan, kekurangan, maupun praktik baik dalam implementasi jaminan produk halal. Temuan-temuan di lapangan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan laporan berkala,” imbuhnya.

Bagian dari spiritualitas

Lebih jauh, Fuad menyatakan bahwa Indonesia mengambil pendekatan berbeda dibanding negara lain dalam merespons tren produk halal global. Di saat banyak negara menjadikan halal sebagai strategi ekonomi, Indonesia menegaskan bahwa halal harus menjadi gaya hidup berbasis nilai-nilai keagamaan dan kemaslahatan publik.

“Isu halal tidak bisa hanya dibaca dalam kerangka ekonomi dan perdagangan semata. Direktorat JPH memikul tanggung jawab menjaga keseimbangan antara dimensi agama dan ekonomi dalam penyelenggaraan jaminan produk halal di negara kita yang berdasarkan Pancasila,” tegasnya.

Fuad menambahkan bahwa pendekatan ini memperkuat misi Indonesia menjadikan halal sebagai simbol ketenangan batin, perlindungan konsumen, dan kepastian hukum. Ia turut mengutip pernyataan Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, “Halal itu pasti baik, sehat dan bersih, serta Halal Indonesia untuk masyarakat dunia.”

Gaya hidup modern

Direktorat JPH tak hanya akan bekerja di balik meja birokrasi. Salah satu misi besarnya adalah membangun branding halal yang lebih dekat dengan masyarakat sebagai gaya hidup yang sederhana, menyenangkan, dan memberi ketenangan hati.

“Sebagai direktorat yang baru, JPH menghadapi tantangan, bukan sekadar dikenal di tengah masyarakat, tapi memberi manfaat serta berdampak,” kata Fuad.

Karena itu, berbagai upaya sedang digencarkan, termasuk transformasi digital layanan, edukasi publik, dan advokasi jika terjadi keluhan dari masyarakat.

Langkah ini, kata dia, sejalan dengan arahan Menteri Agama (Menag) Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar yang menekankan bahwa jaminan halal harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat, bukan hanya label administratif.

Instrumen diplomasi global

Tak hanya fokus pada skala nasional, Direktur JPH juga menyoroti bagaimana sertifikasi halal kini memainkan peran penting dalam diplomasi internasional. Fuad menyebutkan bahwa banyak negara non-muslim kini serius menggarap pasar halal sebagai sektor ekonomi baru.

Namun, ia mengingatkan agar Indonesia tidak terjebak semata pada arus ekonomi. “Industri halal harus tetap berada dalam keseimbangan antara arus ekonomi dan tautan nilai-nilai spiritualitas keagamaan sebagai pandangan hidup masyarakat. Kita harus tetap menjaga ruh atau spirit halal agar tidak tercerabut dari akarnya,” ungkapnya.

Menurutnya, proses jaminan halal bukanlah sekadar perizinan biasa, tetapi mencerminkan kesadaran dan tanggung jawab moral.

Sasar generasi muda

Dalam visi ke depan, Direktorat JPH menargetkan penguatan literasi halal di berbagai segmen, termasuk generasi muda. Program-program edukasi akan menyasar sekolah, pesantren, dan kampus sebagai basis awal penyemaian nilai.

“Kami merancang strategi agar JPH memiliki fondasi. Untuk itu edukasi dan literasi halal harus menjangkau semua lapisan, termasuk generasi muda. Karena dari situlah nilai ini akan tertanam,” jelas Fuad.

Ia berharap dengan pendekatan tersebut, indeks literasi halal serta tingkat kepatuhan terhadap regulasi halal akan meningkat secara signifikan.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.