Innalillahi, Tokoh NU dan Sesepuh Gusdurian Kiai Imam Aziz Wafat

Tokoh NU, KH Imam Aziz. Dok ANTARA/PBNU

Ikhbar.com: Indonesia kehilangan salah satu cendekiawan Muslim dan pegiat sosial terkemuka. KH Imam Aziz wafat pada Sabtu dini hari, 12 Juli 2025, pukul 00.46 WIB di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.

Kabar duka ini menyebar cepat di berbagai jaringan masyarakat sipil dan komunitas keagamaan, terutama di lingkungan yang selama ini mengenalnya sebagai penggerak pemikiran Islam yang moderat dan transformatif.

Pesan duka pertama kali mencuat dari ruang digital, grup-grup diskusi lintas iman, hingga linimasa para aktivis. Salah satu pesan yang paling banyak dibagikan berasal dari Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ny. Hj. Alissa Wahid, yang menyebut almarhum sebagai “sesepuh Jaringan Gusdurian” dan memohonkan doa dari publik.

Innalillahi wainna ilaihi rajiuun. Telah wafat Kyai Haji Imam Aziz, sesepuh Jaringan Gusdurian, pada tgl 12 Juli 2025 pukul 00.46 di RS Sardjito Yogyakarta. Mohon doanya. Alfatihah,” tulis Nyai Alissa, dikutip pada Sabtu, 12 Juli 2025.

Lahir di Pati, Jawa Tengah, pada 29 Maret 1962, Kiai Imam dikenal bukan hanya sebagai kiai atau pengasuh pesantren. Ia adalah pemikir Islam progresif yang menaruh perhatian serius pada isu keadilan sosial, rekonsiliasi nasional, dan penguatan demokrasi dari akar tradisi santri. Ia pernah aktif di dunia pers mahasiswa, memimpin organisasi pemuda Islam, serta mendirikan lembaga-lembaga kajian dan advokasi yang berpengaruh luas di Yogyakarta dan nasional.

Nama Kiai Imam mulai dikenal luas pada awal 2000-an sebagai salah satu inisiator gerakan reformasi di tubuh NU. Ia tercatat menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan Musyawarah Warga NU di Cirebon (2004), satu inisiatif nonformal yang bertujuan menjaga semangat Khittah NU agar tetap kontekstual di era demokratisasi. Tak hanya itu, ia aktif di lembaga kajian seperti LKiS dan jaringan masyarakat santri untuk advokasi rakyat (Syarikat), menjembatani nilai-nilai keislaman dengan realitas sosial-politik masyarakat miskin dan terpinggirkan.

Di kalangan buruh Muslim, Kiai Imam dihormati karena konsisten mendukung gerakan serikat pekerja yang berwatak kerakyatan dan inklusif. Sementara di tingkat nasional, kiprahnya sebagai Wakil Ketua Umum PBNU selama lebih dari satu dekade memperlihatkan keteguhannya membangun NU sebagai organisasi yang responsif terhadap tantangan zaman.

Bagi banyak orang muda, terutama mereka yang tergabung dalam Jaringan Gusdurian dan aktivis pendidikan pesantren, Kiai Imam adalah guru sekaligus penggerak. Pesantren Bumi Cendekia yang ia dirikan bukan sekadar lembaga pendidikan, tapi ruang tumbuh nilai-nilai pluralisme, pembebasan, dan kebangsaan.

Kepergiannya meninggalkan duka yang dalam. Tapi juga warisan panjang berupa pemikiran, gerakan, dan semangat untuk menjadikan Islam sebagai kekuatan perubahan yang memanusiakan.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.