Ikhbar.com: Menyoal maraknya praktik illegal fishing (penangkapan ikan secara ilegal), pakar kelautan Indonesia, Prof. Dr. H. Rokhmin Dahuri, M.S., menilai bahwa pendekatan penegakan hukum saja tidak cukup.
Dalam pandangannya, kedaulatan laut harus dicapai melalui strategi Ekonomi Biru yang menghasilkan manfaat ganda, atau yang dapat dianalogikan sebagai “membunuh dua burung dengan satu batu”, menekan pencurian ikan sekaligus menumbuhkan kesejahteraan nelayan.
“Kalau kita mengelola laut hanya dari sisi pertahanan dan keamanan, itu tidak cukup. Harus dibarengi dengan pendekatan ekonomi yang memberdayakan masyarakat pesisir,” kata Prof. Rokhmin, sapaan akrabnya, dalam webinar bertema “Kemaritiman dan Keamanan Laut Indonesia” yang digelar Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute, Rabu, 29 Oktober 2025.
Menurutnya, akar persoalan illegal fishing justru terletak pada rendahnya kesejahteraan nelayan serta terbatasnya peluang ekonomi di sektor kelautan domestik.
“Kalau nelayan kita kuat, industri ikan tumbuh, dan harga hasil laut stabil, tidak akan ada ruang bagi pencuri ikan dari luar. Karena pasar dalam negeri sudah hidup,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI tersebut.
Ia menguraikan bahwa potensi perikanan tangkap Indonesia mencapai 30 miliar dolar AS per tahun, sementara tingkat pemanfaatannya baru sekitar 25 persen.
“Ruang untuk ekspansi ekonomi biru masih terbuka lebar. Tapi pemerintah harus hadir, bukan hanya patroli, tapi juga bantu nelayan naik kelas,” katanya.
Prof. Rokhmin menilai Indonesia perlu membangun hilirisasi perikanan, memperkuat industri pengolahan hasil laut, serta mengembangkan teknologi budidaya modern.
“Kita kalah dari Tiongkok bukan karena laut kita kecil, tapi karena mereka mengelola lautnya dengan inovasi dan integrasi,” ujarnya.

Tonton: [Sinikhbar] Islam Bahari ala Rokhmin Dahuri
Ia juga menyoroti lemahnya koordinasi antarlembaga penegak hukum di laut yang menyebabkan penanganan kejahatan maritim tidak efektif.
“Ada tujuh lembaga yang menangani keamanan laut, dari TNI AL sampai Bakamla, tapi sinerginya sering tumpang tindih,” katanya.
Dengan model ekonomi biru yang inklusif dan berkelanjutan, Prof. Rokhmin menegaskan bahwa keamanan laut dapat tercapai tanpa menambah beban fiskal negara. Hal ini sejalan dengan konsep yang ia sampaikan, yakni memadukan pendekatan ekonomi dan pertahanan.
“Kalau kita ingin sukses mengkapitalisasi potensi raksasa kelautan, pendekatannya harus diblending (dipadukan) antara prosperity (kemakmuran) dan security (keamanan),” ujarnya.