Ikhbar.com: Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Festival Majelis Taklim 2025 sebagai ajang nasional untuk menegaskan peran lembaga ini dalam memperkuat tradisi belajar yang modern, adaptif, dan relevan bagi umat.
Program tersebut diarahkan untuk menghadirkan pembinaan keagamaan yang inklusif, berperspektif kebangsaan, serta mendorong penguatan karakter sosial dan kepedulian terhadap lingkungan.
Plt. Direktur Penerangan Agama Islam, Ustaz Ahmad Zayadi, menegaskan bahwa Festival Majelis Taklim Nasional 2025 menjadi ruang strategis bagi majelis taklim untuk menunjukkan kapasitasnya beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar keagamaan. Ia menyebut majelis taklim sebagai organisasi pembelajar yang terus berkembang.
“Majelis taklim hari ini bukan hanya tempat mengaji, tetapi ruang menemukan ketenangan, solidaritas, dan nilai agama yang meneduhkan,” ujarnya pada Grand Final dan Anugerah Festival Majelis Taklim 2025 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa, 25 November 2025.
Dalam festival ini, Kemenag menetapkan enam cabang lomba yang mewakili ragam ekspresi keagamaan dan kreativitas jamaah majelis taklim. Daftar lomba tersebut meliputi:
- Tilawah Qur’an dan Sari Tilawah
- Dakwah Kebangsaan
- Kasidah Rebana
- Video Profil Majelis Taklim
- Karya Tulis Fiksi
- Karya Tulis Nonfiksi
Ustaz Zayadi menjelaskan bahwa setiap kategori disusun untuk memberi ruang bagi narasi keagamaan yang moderat, berkeadaban, dan selaras dengan kebutuhan masyarakat.“
Baca: Kemenag bakal Gelar Anugerah KUA 2025
Kita ingin memberi ruang bagi narasi keagamaan yang moderat, berkeadaban, dan selaras dengan kebutuhan masyarakat hari ini,” imbuhnya.
Kolaborasi lintas lembaga juga menjadi perhatian utama. Zayadi menyampaikan bahwa sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan komunitas majelis taklim terus diperkuat melalui pembinaan berkelanjutan.
“Kerja bersama ini sangat dibutuhkan agar pembinaan majelis taklim semakin efektif dan terasa manfaatnya,” ungkapnya.
Isu ekoteologi turut diangkat sebagai bagian penting dalam pengembangan majelis taklim. Ia menilai bahwa hubungan manusia dengan alam harus dibangun dengan kesadaran spiritual dan tanggung jawab ekologis.
“Ekoteologi adalah wacana penting agar majelis taklim ikut merawat bumi, menjadikan perhatian terhadap lingkungan sebagai bagian dari ibadah,” kata Ustaz Zayadi.
Harapan Ustaz Zayadi pun mengarah pada lahirnya kader dakwah yang kreatif, adaptif, dan berdampak nyata bagi masyarakat. “Dari ruang seperti inilah muncul kader-kader yang menghadirkan syiar agama secara elegan, moderat, dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat,” tutupnya.
Apresiasi datang dari Ketua Pengurus Pusat Pokja Majelis Taklim (Pokja MT), Nyai Sururin, yang memberikan penghargaan kepada 237 majelis taklim peserta festival. Ia melihat kegiatan ini sebagai langkah strategis dalam memperluas ruang belajar agama yang inklusif dan memberdayakan.
“Hari ini kita melihat semangat luar biasa dari peserta berbagai daerah. Ini adalah wajah optimisme majelis taklim kita,” ujarnya.
Nyai Sururin menjelaskan tiga program prioritas Pokja MT, yaitu pendataan majelis taklim, penguatan kompetensi melalui festival, serta penyusunan Direktori dan Ensiklopedi Majelis Taklim Indonesia. Ia menilai bahwa pendataan menjadi fondasi utama untuk memetakan kapasitas dan potensi majelis taklim secara akurat.
“Kita ingin memiliki Sistem Informasi Majelis Taklim yang komprehensif, sehingga semua pihak dapat melihat kapasitas dan peran majelis taklim secara utuh,” katanya.
Ia juga menggambarkan keragaman majelis taklim di berbagai daerah, termasuk kelompok dengan jamaah khusus seperti anak jalanan dan remaja punk. Temuan lapangan itu menunjukkan kekuatan transformasi sosial yang dimiliki majelis taklim.
“Di situ terlihat bahwa majelis taklim memiliki daya transformasi sosial yang besar,” ujarnya.
Harapan untuk pengembangan festival juga disampaikan Sururin. Ia ingin agar kategori lomba semakin variatif, seperti kuliner, fashion, dan karya kreatif lainnya. “Kita ingin festival ini menjadi ruang tumbuhnya talenta, gagasan, dan kreativitas umat,” tuturnya.
Sementara itu, Kasubdit Kemitraan Umat Islam Ditjen Bimas Islam, Ustaz Ali Sibromalisi, memandang Festival Majelis Taklim 2025 sebagai hasil sinergi nasional dalam meningkatkan kapasitas majelis taklim. Menurutnya, antusiasme peserta mencerminkan dinamika majelis taklim yang tetap relevan di tengah masyarakat.
“Peserta datang dengan semangat tinggi, dari yang muda hingga yang sepuh. Ini menunjukkan bahwa majelis taklim tetap relevan,” ungkapnya.
Penjurian dilakukan secara objektif melalui dewan juri dan tim teknis. Ali menjelaskan bahwa para finalis telah melalui seleksi ketat sejak Oktober sebelum tampil pada grand final.
“Mereka sudah melalui tahapan penilaian awal dan semifinal, sehingga grand final ini menjadi puncak penampilan terbaik,” jelasnya.
Interaksi antarpeserta dari berbagai daerah juga menghadirkan ruang berbagi metode dan pengalaman dakwah. Ali menilai hal tersebut sebagai kekuatan utama festival dalam membangun jejaring pembelajaran.
“Dari sini lahir jaringan pembelajaran yang saling menguatkan,” ucapnya.
Optimisme terhadap perkembangan majelis taklim juga ia sampaikan. Program yang masuk dalam rangkaian The Wonder of Harmony ini diharapkan mampu memunculkan ekosistem pembelajaran yang aktif dan berdampak sosial.
“Semoga majelis taklim ke depan semakin produktif dan memberi dampak nyata bagi masyarakat,” ujarnya.