Ikhbar.com: Kloning hewan peliharaan semakin populer di Cina, seiring meningkatnya jumlah pemilik hewan yang ingin mempertahankan kenangan bersama sahabat berbulu mereka.
Salah satunya adalah Liu Xing, yang menghabiskan sekitar Rp30 juta untuk mengkloning kucing kesayangannya yang telah meninggal setelah 15 tahun bersama. Ia menamai kloningan itu Little Tomcat dan menganggap biaya yang dikeluarkan sepadan.
Fenomena ini berkembang di tengah industri hewan peliharaan yang terus melonjak. Pada 2024, jumlah hewan peliharaan di Cina resmi melampaui jumlah anak di bawah empat tahun.
Baca: Dari Kelelawar ke Anjing, Biang Kerok Covid-19 masih Diteliti
Nilai pasar perlengkapan hewan di perkotaan mencapai Rp660 triliun, dan diperkirakan meningkat menjadi Rp880 triliun pada 2027.
Menurut Liu Xiaoxia dari Asosiasi Peternakan Hewan Cina, perubahan gaya hidup dan meningkatnya pendapatan masyarakat mendorong tren ini.
“Dulu, hewan peliharaan dijaga untuk alasan praktis, kini mereka menjadi bagian dari kehidupan sosial dan emosional pemiliknya,” ujarnya, dikutip dari The Independent, pada Senin, 24 Maret 2025.
Namun, kloning hewan tidak murah. Perusahaan seperti Sinogene mematok harga sekitar Rp640 juta untuk kucing dan Rp800 juta untuk anjing.
Prosesnya melibatkan pengambilan sampel DNA hewan asli, yang kemudian dimasukkan ke dalam sel telur donor, dan ditanamkan pada induk pengganti.
Meski permintaan terus meningkat, praktik ini menuai kontroversi. Aktivis hak hewan mengkritik penderitaan yang dialami induk pengganti, sementara para ahli mempertanyakan apakah kloningan benar-benar memiliki kepribadian yang sama dengan hewan asli.
Pengalaman Huang Yu, pemilik kucing kloning pertama di Cina, membuktikan hal ini.
Baca: Masjid Hangzhou, Madrasah Penyebaran Islam di Cina
“Penampilannya hampir sama, tetapi dia tidak bereaksi seperti Garlic yang dulu,” katanya.
Selain itu, kesalahan teknis juga terjadi. Seorang pemilik anjing, Liang Xuan, malah menerima seluruh anakan kloningan alih-alih satu ekor, sehingga harus merawat semuanya.