Ikhbar.com: Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres menyatakan bahwa Juli 2023 telah menjadi bulan terpanas dalam catatan sejarah. Menurutnya, kenaikan suhu rata-rata global telah terjadi akibat polusi yang menjebak sinar matahari dan berperan seperti rumah kaca di sekitar bumi.
“Era pemanasan global (memang) telah berakhir, (tetapi) era pendidihan global sudah tiba,” katanya, saat menyampaikan pidato di markas besar PBB, New York, dikutip dari The Guardian, Selasa, 1 Agustus 2023.
Efek panas bulan Juli terlihat di seluruh dunia. Ribuan turis melarikan diri dari kebakaran hutan di pulau Rhodes, Yunani, dan banyak warga menderita panas di barat daya Amerika Serikat (AS). Suhu di kota barat laut China juga telah melonjak ke 52,2 derajat celcius sehingga memecahkan rekor nasional.
Baca: Gelombang Panas Terus Meluas
“Umat manusia berada di kursi panas. Untuk sebagian besar Amerika Utara, Asia, Afrika, dan Eropa, ini adalah musim panas kejam. Untuk seluruh planet, ini adalah bencana. Dan bagi para ilmuwan, tidak diragukan lagi, manusia yang harus disalahkan,” cetus Guterres.
“Semua ini konsisten dengan prediksi dan peringatan. Satu-satunya yang mengejutkan adalah cepatnya perubahan. Perubahan iklim sudah di sini, mengerikan dan baru dimulai. Era pemanasan global berakhir, era pendidihan global sudah tiba,” lanjutnya.
Guterres mendesak politisi mengambil tindakan cepat. Sebab, menurutnya, saat ini udara sudah tidak layak dihirup, panas pun tak lagi tertahankan.
“Pemimpin harus memimpin. Tidak ada lagi keragu-raguan, tidak ada lagi alasan, tidak ada lagi menunggu orang lain bergerak lebih dulu. Tak ada lagi waktu untuk itu,” paparnya.
Analisis oleh Universitas Leipzig Jerman menyebut bahwa Juli 2023 memiliki suhu setidaknya 0,2 celcius lebih hangat dari Juli 2019, yang sebelumnya menjadi bulan dengan cuaca terpanas dalam catatan pengamatan 174 tahun terakhir.