Ikhbar.com: Pakar kelautan Indonesia, Prof. Dr. H. Rokhmin Dahuri, M.S., menegaskan bahwa pembangunan maritim nasional harus berangkat dari keseimbangan antara kemakmuran dan keamanan. Menurutnya, pendekatan tunggal yang hanya menekankan aspek pertahanan justru membuat potensi ekonomi laut Indonesia yang sangat besar tidak tergarap secara optimal.
“Kalau kita ingin sukses mengkapitalisasi potensi raksasa kelautan, pendekatannya harus di-blending (dipadukan) antara prosperity (kemakmuran) dan security (keamanan),” ujar Anggota Komisi IV DPR RI tersebut dalam webinar bertema “Kemaritiman dan Keamanan Laut Indonesia” yang digelar Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute, Rabu, 29 Oktober 2025.
Prof. Rokhmin, sapaan akrabnya, memaparkan rumus ideal pembangunan maritim Indonesia, yakni 70 persen ekonomi dan 30 persen pertahanan.
“Negara berkembang seperti kita harus memprioritaskan aspek ekonomi sebesar 70 persen. Porsi pertahanan dan keamanan cukup 30 persen,” tegasnya.

Tonton: [Sinikhbar] Islam Bahari ala Rokhmin Dahuri
Ia menilai, tanpa ekonomi yang kuat, pertahanan laut akan sulit dibangun.
“Kalau kita tidak punya keuangan, tidak makmur, bagaimana mau membangun alutsista dan kemampuan militer laut?” ujarnya.
Guru Besar IPB University itu menjelaskan bahwa potensi ekonomi kelautan Indonesia mencapai 1,4 triliun dolar AS per tahun atau sekitar lima kali lipat APBN.
“Kalau dikelola dengan inovasi dan manajemen profesional, 40 persen masalah bangsa sudah selesai. Tapi sayangnya, ganti menteri, ganti kebijakan,” katanya.
Rokhmin mengingatkan bahwa Indonesia masih menerapkan paradigma pembangunan berbasis darat yang menyebabkan daya saing nasional tertinggal.
“Padahal 77 persen wilayah kita laut. Seharusnya platform pembangunan itu ocean-based development (pembangunan berbasis kelautan), bukan land-based (pembangunan berbasis darat),” ujarnya.
Baca: Jadilah Laut! Tips Hadapi Fitnah, Kecewa, dan Patah Hati ala Prof. Rokhmin Dahuri
Ia juga menyinggung ketimpangan anggaran sektor kelautan yang hanya mendapat alokasi kecil dibandingkan sektor pertanian.
“Pertanian dikasih Rp70 triliun, kelautan cuma Rp6 triliun. Padahal potensinya jauh lebih besar di laut,” katanya.
Menurut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (2001–2004) itu, jika strategi ekonomi biru dijalankan secara serius, Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi poros maritim dunia.
“Kuncinya ada pada kebijakan yang konsisten dan berbasis sains. Laut bukan beban, tapi masa depan kemakmuran dan kedaulatan kita,” tandasnya.