Ikhbar.com: Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Pangan harus menjadi momentum besar untuk mengakhiri ketergantungan Indonesia terhadap impor dan membangun sistem pangan yang lebih berdaulat.
Penegasan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Jaringan Produsen Nelayan Nasional (JPNN) pada Senin, 17 November 2025.
Dalam forum tersebut, Prof. Rokhmin menyoroti paradigma lama pemerintah yang menilai keberhasilan sektor pangan hanya dari perbandingan produksi dan konsumsi.
“Pendekatan seperti itu terlalu sempit. Sistem pangan adalah ekosistem kompleks yang melibatkan akses, kualitas, kesejahteraan, dan keberlanjutan,” ujarnya.
Baca: Kejar Sewajarnya, Ikhlas Sepenuhnya: Nasihat Prof. Rokhmin Dahuri soal Rezeki
Ia menjelaskan bahwa revisi UU Pangan harus berorientasi pada pembaruan fundamental, bukan sekadar penyesuaian teknis. Menurutnya, arah baru kebijakan pangan harus memiliki indikator yang lebih komprehensif dan berpihak pada produsen pangan nasional.
Prof. Rokhmin bersama Komisi IV DPR RI mengusulkan tujuh indikator kinerja utama sebagai fondasi revisi UU Pangan. Indikator tersebut mencakup aspek produksi, kesejahteraan, distribusi, hingga kedaulatan pangan:
1. Produksi pangan nasional melebihi kebutuhan nasional.
2. Aksesibilitas pangan merata, termasuk mengatasi ketimpangan wilayah surplus dan defisit.
3. Kualitas dan keamanan pangan tetap terjamin.
4. Kesejahteraan produsen pangan, dari petani hingga produsen kecil.
5. Keberlanjutan lingkungan agar ekologi tanah dan laut tetap terjaga.
6. Efisiensi dan tata kelola rantai pasok untuk menekan biaya logistik dan distorsi harga.
7. Kedaulatan pangan sebagai tujuan akhir, yaitu mengandalkan produksi dalam negeri, bukan impor.
Perwakilan SPI menilai bahwa usulan indikator tersebut merupakan langkah maju karena petani selama ini kerap hanya menjadi objek kebijakan. Sementara JPNN menekankan masih adanya hambatan dalam rantai pasok dan akses pasar bagi nelayan yang perlu menjadi perhatian dalam penyusunan ulang UU Pangan.
Prof. Rokhmin menegaskan bahwa keberhasilan revisi UU Pangan sangat bergantung pada keberanian negara menempatkan kedaulatan pangan sebagai prioritas.
“Kita tidak boleh lagi menggantungkan masa depan pangan bangsa ini pada pasar luar negeri,” katanya.
Melalui RDPU ini, Komisi IV DPR RI menekankan bahwa transformasi kebijakan pangan tidak dapat dilepaskan dari suara akar rumput. Aspirasi SPI dan JPNN dianggap sebagai legitimasi kuat bahwa perubahan ini tidak hanya bernuansa teknokratis, tetapi juga berpihak pada produsen pangan yang menjadi tulang punggung Indonesia.