Prof. Rokhmin Dahuri: Indonesia Emas 2045 Mustahil tanpa Keadilan Hukum

Anggota DR RI, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri saat menjadi narasumber Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa baru (PKKMB) STIH Adhyaksa 2025, di Kampus STIH Adhyaksa, Jakarta, Rabu, 8 Oktober 2025. Foto: Dok. Dulur Rokhmin

Ikhbar.com: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri menegaskan bahwa cita-cita besar menuju Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai tanpa fondasi hukum yang kuat, adil, dan berakhlak.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam orasi ilmiah Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Adhyaksa, Jakarta di Aula Zamrud Khatulistiwa pada Rabu, 8 Oktober 2025.

Dalam pidato yang mengusung tema “Pembangunan Sistem Hukum untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045” itu, Prof. Rokhmin menegaskan bahwa hukum Indonesia tidak boleh berhenti pada tataran legalistik, tetapi harus menjiwai nilai-nilai spiritual, keislaman, dan kemanusiaan universal.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya membangun sistem hukum yang bukan hanya menegakkan aturan, tetapi juga menegakkan moral dan keadilan sejati.

“Sistem hukum yang kita bangun tidak cukup hanya tertulis di atas kertas. Ia harus hidup dalam hati nurani bangsa, seperti pesan Al-Qur’an, Innallaha ya’muru bil ‘adli wal ihsan — sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berlaku adil dan berbuat kebaikan,” ujar sosok yang menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan 2001-2004 itu.

Dalam pemaparannya, Prof. Rokhmin menjelaskan bahwa pembangunan hukum nasional memiliki peran sentral dalam membentuk peradaban bangsa. Tanpa hukum yang adil, bersih, dan berwibawa, kemajuan ekonomi, sosial, dan politik akan kehilangan arah.

Baca: Prof. Rokhmin Dahuri: Pelestarian Hutan Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi

Ia menyoroti berbagai persoalan bangsa seperti praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), lemahnya penegakan hukum, serta rendahnya kesadaran hukum masyarakat.

“Fenomena hukum yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas masih menjadi luka lama bangsa ini,” katanya.

Menurutnya, akar persoalan tersebut bukan semata pada kelemahan sistem, tetapi pada krisis akhlak dan keteladanan. Maka, pembangunan hukum sejati harus disertai dengan pembangunan moral dan spiritual.

“Hukum tanpa akhlak hanya melahirkan ketertiban semu. Tapi hukum yang berpadu dengan iman dan keadilan akan melahirkan peradaban yang mulia,” ujarnya.

Prof. Rokhmin mengingatkan, keadilan dalam Islam bukan hanya milik umat tertentu, melainkan bersifat universal.

“Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya. Itulah bentuk keadilan tanpa pandang bulu yang menjadi teladan bagi sistem hukum modern,” tambahnya.

Dalam konteks pembangunan menuju Indonesia Emas 2045, Prof. Rokhmin menegaskan pentingnya transformasi sistem hukum nasional yang berpijak pada Pancasila dan UUD 1945.

Menurutnya, Pancasila harus menjadi grundnorm alias sumber dari segala sumber hukum yang menuntun setiap regulasi agar berpihak pada rakyat dan selaras dengan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan sosial.

Ia menjelaskan bahwa Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan Indonesia sebagai negara hukum, bukan negara kekuasaan (machtstaat). Artinya, seluruh penyelenggara negara wajib tunduk pada hukum, bukan pada kepentingan pribadi atau kelompok.

“Negara hukum yang kita cita-citakan bukan sekadar berisi pasal-pasal, tapi juga ruh moral yang hidup dalam setiap warga negara. Dalam Islam, hukum harus menjadi jalan menuju maslahah ‘ammah atau kemaslahatan umum,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin menguraikan bahwa pembangunan hukum yang ideal harus memenuhi tiga aspek utama:

1. Substansi hukum, yakni menciptakan aturan yang adil, konsisten, dan pro-rakyat.
2. Struktur hukum, yaitu memperkuat lembaga penegak hukum agar profesional dan bebas dari KKN.
3. Budaya hukum, yakni membangun kesadaran masyarakat untuk taat hukum karena cinta kebenaran, bukan karena takut sanksi.

Lebih jauh, Prof. Rokhmin menegaskan bahwa pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tidak mungkin tercapai tanpa sistem hukum yang adil dan berwibawa. Ia menyoroti bahwa meski Indonesia kaya sumber daya alam dan memiliki bonus demografi, namun pertumbuhan ekonomi belum optimal karena lemahnya tata kelola dan kepastian hukum.

“Potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 10% per tahun jika hukum ditegakkan dengan benar, investasi aman, dan regulasi tidak tumpang tindih,” tegasnya.

Menurut data yang dipaparkan, Indonesia memiliki kekayaan alam senilai lebih dari Rp 20.000 triliun per tahun. Namun potensi itu belum termanfaatkan maksimal karena masih banyak praktik penyimpangan dalam pengelolaan sumber daya.

“Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ini sejatinya adalah konsep keadilan sosial yang sejalan dengan ajaran Islam tentang amanah dan maslahah,” jelasnya.

Dalam forum tersebut, Prof. Rokhmin memberikan pesan moral yang kuat. Ia menegaskan bahwa mahasiswa hukum bukan hanya calon praktisi, tetapi juga calon pemimpin dan penjaga etika bangsa.

“Jadilah penegak hukum yang berilmu sekaligus berakhlak. Jangan pernah menjual nurani demi jabatan atau harta. Kalian adalah calon Adhyaksa sejati, yang menegakkan kebenaran, keadilan, dan kehormatan hukum,” pesannya.

Ia juga mengingatkan bahwa pembangunan bangsa harus dimulai dari pembangunan karakter individu. “Seseorang yang berilmu tanpa iman akan menindas. Tapi seseorang yang beriman tanpa ilmu akan tersesat. Maka satukan keduanya agar hukum kita menjadi cahaya bagi bangsa,” tambahnya.

Sebagai penutup, Prof. Rokhmin menyampaikan pandangan filosofis yang menyentuh hati. Baginya, menegakkan hukum bukan sekadar tugas profesional, tetapi juga ibadah sosial yang mendekatkan manusia pada Tuhan.

“Menegakkan hukum dengan jujur adalah bentuk jihad kemanusiaan. Karena setiap tindakan adil adalah bagian dari ibadah. Allah tidak akan meninggikan derajat bangsa yang zalim,” ujarnya.

Ia meyakini bahwa jika bangsa Indonesia mampu menegakkan hukum dengan adil dan berlandaskan nilai keislaman serta Pancasila, maka visi Indonesia Emas 2045 bukan hanya impian, tetapi keniscayaan.

“Indonesia Emas bukan hanya tentang kemajuan ekonomi, tapi tentang kejayaan moral dan spiritual bangsa. Ketika hukum menjadi jalan menuju kebaikan, saat itulah Indonesia akan benar-benar berdaulat dan bermartabat,” tutupnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.