Direktur Ikhbar Academy: ‘Berbicara’ dengan AI adalah Keterampilan Wajib Era Digital

Para peserta workshop “The AI Survival Kit: Creativity, Career, and Critical Thinking” mendengarkan pemaparan Direktur Ikhbar Academy, Ust. Agung Firmansyah. Foto: Ikhbar/Doh

Ikhbar.com: Kemampuan untuk ‘berbicara’ dengan Kecerdasan Buatan (AI) menjadi sebuah literasi fundamental yang wajib dimiliki generasi muda untuk sukses di era digital.

Namun, teknologi ini harus diimbangi dengan pemikiran kritis dan bimbingan etis agar tidak menjadi bumerang.

Demikian disampaikan Direktur Ikhbar Academy, Ust. Agung Firmansyah dalam acara pelatihan “The AI Survival Kit: Creativity, Career, and Critical Thinking” yang digelar Ikhbar Academy di Kantor Redaksi Ikhbar.com, di Kompleks Pondok Pesantren Ketitang Cirebon, Sabtu, 27 September 2025.

Menurut Ustaz Agung, sapaan akrabnya, generasi muda harus dilatih untuk tidak sekadar menjadi konsumen teknologi, melainkan mampu menggunakannya sebagai sarana meningkatkan kualitas hidup, menciptakan karya, dan memperluas manfaat bagi masyarakat.

Ia pun mengingatkan bahwa mengandalkan kecerdasan buatan tanpa kesadaran akan arah penggunaannya bisa menimbulkan dampak negatif.

Oleh karena itu, peran manusia tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh mesin, sebab manusia memiliki dimensi etika dan kebijaksanaan yang tidak dimiliki teknologi.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengajak para pelajar dan mahasiswa untuk menjadi ‘arsitek percakapan’ yang mampu mengarahkan AI untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan bernilai.

Baca: 25 Mahasiswa Terpilih Berlatih Kemahiran AI di Ikhbar Academy

“Kunci untuk membuka potensi luar biasa dari AI terletak pada cara kita memberi perintah,” ungkapnya.

Ustaz Agung menjelaskan bahwa untuk memberikan ‘resep’ yang baik kepada AI, ada sebuah formula sederhana yang disebut PKFG, singkatan dari Persona, Konteks, Format, dan Gaya. Formula ini, kata dia, adalah kunci untuk mengubah perintah yang umum menjadi perintah yang presisi.

Meskipun canggih, Ustaz Agung mengingatkan bahwa AI memiliki kelemahan besar yang disebut ‘halusinasi’, yakni ketika AI menghasilkan informasi yang salah atau mengada-ada, tetapi menyajikannya dengan sangat meyakinkan.

Baca: AI sebagai Jalan Baru Kreativitas Generasi Muda, Pesan Penting dari Prof. Rokhmin

Ustaz Agung menyatakan, AI tidak ‘tahu’ fakta, ia hanya menebak kata berikutnya berdasarkan miliaran data yang dipelajarinya. Jika datanya salah atau usang, maka outputnya juga bisa salah. Ini seperti melihat bentuk wajah di awan; AI terkadang melihat pola yang sebenarnya tidak ada.

Untuk menghindarinya, ia menyarankan dua sikap utama: menjadi detektif dan arsitek.

Pertama, jadilah detektif. Jangan telan mentah-mentah informasi dari AI. Selalu verifikasi ulang dengan sumber yang kredibel. Kedua, jadilah arsitek prompt yang cerdas. Minta AI untuk menyertakan sumbernya atau menjelaskan penalarannya langkah demi langkah. Ini akan mengurangi risiko informasi yang tidak akurat,” pungkasnya.

 

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.