Ikhbar.com: Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau umat Islam di seluruh Indonesia untuk memanfaatkan momentum langka Istiwa A‘zam yang akan terjadi pada 15 dan 16 Juli 2025.
Pada dua hari itu, posisi matahari tepat berada di atas Ka’bah, sehingga bayangan benda tegak lurus di berbagai wilayah dunia akan menunjukkan arah yang berlawanan dari kiblat.
Peristiwa ini menjadi kesempatan ideal bagi masyarakat untuk memverifikasi atau meluruskan arah kiblat secara mandiri, akurat, dan tanpa bantuan teknologi canggih.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, KH Arsad Hidayat menyampaikan bahwa Istiwa A‘zam atau yang juga dikenal sebagai Rashdul Kiblat, merupakan metode paling sederhana untuk menentukan arah kiblat secara presisi.
Baca: Cara Menentukan Arah Kiblat dengan Google Maps
“Peristiwa Istiwa A‘zam atau Rashdul Kiblat akan terjadi pada Selasa dan Rabu, 15 dan 16 Juli 2025, yang bertepatan dengan 19 dan 20 Muharam 1447 H, pukul 16.27 WIB atau 17.27 WITA. Pada saat itu, matahari berada tepat di atas Ka’bah,” ujar Arsad di Jakarta pada Jumat, 11 Juli 2025.
Menurut Kiai Arsad, fenomena ini bisa dimanfaatkan siapa saja, baik secara individu maupun berkelompok, tanpa memerlukan alat bantu seperti kompas atau GPS.
“Di saat Istiwa’ A‘zam, siapa saja, tanpa perlu memiliki keahlian atau perangkat teknologi tertentu, dapat ‘meluruskan’ arah kiblatnya sendiri,” tambahnya.
Ia juga menjelaskan, peristiwa ini bersifat konfirmasi terhadap arah kiblat yang sudah ada. Jika selama ini arah kiblat yang digunakan sudah tepat, maka bayangan akan memperkuat ketepatan tersebut. Sebaliknya, jika masih ada keraguan, maka ini waktu paling akurat untuk mengoreksi.
Untuk memastikan hasil pengamatan yang tepat, Kiai Arsad menyarankan beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, gunakan benda yang benar-benar tegak lurus, seperti tongkat atau tiang, yang bisa dicek menggunakan tali bandul.
Kedua, pastikan permukaan tempat pengamatan datar dan tidak miring. Ketiga, sesuaikan waktu pengamatan dengan waktu resmi dari BMKG, RRI, atau Telkom agar tidak meleset dari titik kulminasi.
“Ketepatan waktu sangat penting agar bayangan yang dihasilkan benar-benar mengarah sesuai posisi matahari yang sedang berada di atas Ka’bah,” jelas Kiai Arsad.
Ia menambahkan, momen Istiwa A‘zam hanya berlangsung dua kali dalam setahun dan memiliki nilai edukatif sekaligus spiritual. Momentum ini bukan hanya soal akurasi arah, tetapi juga menjadi bentuk kepedulian umat Islam terhadap kesempurnaan ibadah salat.
Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.