Ikhbar.com: Hanya dengan satu klik, filter “glossy babe” dapat membuat wajah tampak tirus, hidung lebih mancung, dan pipi dihiasi bintik-bintik manis. Filter “glow makeup” bahkan mampu menghapus noda pada kulit, mempertebal bibir, dan memperpanjang bulu mata. Namun, saat filter dimatikan, wajah kembali ke tampilan asli, sering kali memicu rasa tidak puas pada pengguna.
Fenomena ini menjadi perhatian serius para ahli, terutama karena ratusan juta orang menggunakan filter kecantikan di platform seperti TikTok, Instagram, dan Snapchat.
Pekan ini, TikTok memberlakukan pembatasan baru secara global untuk anak-anak terkait akses filter yang meniru efek operasi plastik. Langkah tersebut didasari hasil penelitian terhadap hampir 200 remaja dan orang tua di berbagai negara, termasuk Inggris dan Amerika Serikat (AS). Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa remaja perempuan sangat rentan mengalami perasaan rendah diri akibat interaksi mereka di media sosial (medsos).
Menurut pakar psikologi sosial dari London School of Economics, Profesor Sonia Livingstone, tekanan sosial dan perbandingan diri yang muncul dari penggunaan filter media sosial berdampak besar pada kesehatan mental, bahkan melebihi efek paparan kekerasan.
“Beberapa remaja mungkin cukup kuat untuk berkata, ‘Ah, itu hanya filter.’ Tapi bagi mereka yang lebih rentan, filter ini justru memperburuk perasaan mereka terhadap penampilan,” kata Livingstone, sebagaimana dikutip dari The Guardian, Sabtu, 30 November 2024.
Penggunaan filter kecantikan yang mampu mengubah bentuk hidung, memutihkan gigi, atau memperbesar mata telah menjadi kebiasaan harian bagi banyak pengguna medsos. Akan tetapi, bagi remaja perempuan, dampak buruknya tidak bisa diremehkan.
Dr. Claire Pescott dari University of South Wales mencatat bahwa banyak anak usia 10-11 tahun merasa tidak puas dengan penampilan mereka karena perbandingan dengan foto yang telah difilter. Dalam sebuah studi, seorang anak bahkan mengaku, “Saya berharap bisa memakai filter sepanjang waktu.”
Menurut Pescott, edukasi tentang bahaya internet sering kali hanya fokus pada ancaman eksternal seperti predator online, padahal ancaman terbesar justru berasal dari perbandingan sosial antarpengguna.
“Dampaknya lebih emosional daripada yang kita sadari,” ujarnya,
Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan filter kecantikan dapat memicu keinginan untuk melakukan operasi plastik. Sebuah studi kecil di India menemukan bahwa siswi pengguna Snapchat cenderung mengalami penurunan rasa percaya diri setelah membandingkan foto alami mereka dengan foto hasil filter.
Sementara itu, survei pada 2022 terhadap lebih dari 300 remaja Belgia menunjukkan bahwa filter wajah dapat meningkatkan kecenderungan untuk menerima gagasan operasi kosmetik.
Di sisi lain, TikTok menyatakan mengaku telah membedakan antara filter ringan, seperti telinga hewan, dengan filter yang mengubah penampilan fisik. Selain membatasi akses, perusahaan ini juga berkomitmen meningkatkan kesadaran di kalangan pembuat filter tentang dampak negatif yang tidak diinginkan.
Sementara Snapchat mengeklaim jarang menerima keluhan terkait dampak negatif “lensa kecantikan” pada kepercayaan diri. Meta, yang menjalankan Instagram, juga mengaku telah berkonsultasi dengan pakar kesehatan mental dan melarang filter yang secara langsung mempromosikan operasi plastik.
Namun, pembatasan semata tidak cukup. Sebuah penelitian di Inggris menemukan bahwa satu dari lima anak usia 8-16 tahun memalsukan umur mereka di media sosial agar bisa mengakses fitur dewasa.
Jeremy Bailenson, pendiri laboratorium interaksi manusia virtual di Stanford University menekankan pentingnya penelitian mendalam terhadap dampak psikologis filter ekstrem. Ia menjelaskan bahwa bahkan perubahan kecil pada avatar digital dapat menjadi alat yang diandalkan, seperti fitur “touch up” pada platform konferensi video.
“Kita harus menemukan keseimbangan antara regulasi dan perhatian pada kesejahteraan pengguna,” katanya.