Ikhbar.com: Puluhan ribu pengunjuk rasa menggeruduk rumah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada Senin, 17 April 2024. Aksi demontrasi yang dimulai di depan parlemen Israel, Knesset itu mendesak negara Zionis segera melangsungkan pemilihan umum dini.
Dikutip Times of Israel pada Rabu, 19 Juni 2024, para demonstran meminta pemerintah membuat kesepakatan dengan Hamas untuk menjamin pembebasan sandera yang ditahan di Gaza, Palestina.
Dalam aksi tersebut, polisi setempat menangkap sembilan orang setelah sebelumnya beberapa dari mereka berusaha menerobos pagar pengendali massa yang dipasang di sekeliling kediaman Netanyahu.
“Salah satu pengunjuk rasa mengatakan bahwa polisi yang menjaga Netanyahu menggunakan kekuatan berlebihan. Aparat keamanan menggunakan meriam air kepada pengunjuk rasa di luar rumah Netanyahu. Akibatnya, tiga demonstran harus dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani perawatan,” tulis Times of Israel.
Baca: Biadab! Israel Jatuhkan Bom dan Bakar Hidup-hidup Pengungsi di Rafah
Salah satu yang terluka adalah seorang dokter sukarelawan, dr Tal Weissbach. Dia berdiri di pinggir jalan dengan mengenakan rompi oranye terang sehingga dia dapat dengan mudah terlihat oleh mereka yang mencari pengobatan.
“Weissbach terkena pukulan di matanya dan kemudian memeriksakan dirinya ke rumah sakit Tel Hashomer, Channel 12 melaporkan,” katanya.
Dua pengunjuk rasa lainnya dibawa oleh petugas medis Magen David Adom ke rumah sakit terdekat di Yerusalem. Salah satu dari mereka tidak sadarkan diri setelah terkena meriam air dan yang lainnya. Sementara, seorang perempuan berusia 63 tahun terluka parah setelah dilempar ke dinding.
Aksi tersebut juga mengakibatkan sejumlah fasilitas umum rusak. Salah satunya lampu lalu lintas dan tiang jalan terlihat roboh. Di sisi lain, meja-meja di toko pizza setempat juga tampak berantakan.
Penitia menuduh para petugas tersebut bertindak atas perintah Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben Gvir yang mengawasi kepolisian dan sangat kritis terhadap demonstrasi anti-pemerintah.
Demonstrasi tersebut merupakan bagian dari hari kedua yang mereka sebut dengan “minggu gangguan.”
“Tidak, kami tidak akan menyetujui pemerintahan yang gegabah,” teriak pengunjuk rasa di luar Knesset.
Para demonstran juga meneriaki Netanyahu bersalah atas kegagalan pada tanggal 7 Oktober dan seruan lainnya mengenai tuntutan diadakannya pemilu baru.
Meski demikian, Netanyahu telah berulang kali menegaskab bahwa pemilu tidak bisa dilangsungkan saat perang di Gaza masih berlangsung. Pemilihan umum berikutnya secara resmi dijadwalkan pada Oktober 2026.
“Selama akhir pekan, kami mendengar [Gadi] Eisenkot mengatakan bahwa Perdana Menteri dikendalikan oleh kaum Kahanis dan tidak dapat mengambil keputusan,” kata pemimpin protes Shikma Bressler.
“Setelah apa yang terjadi pada tanggal 7 Oktober, dan mengingat ekstremisme pemerintah dan penolakan atas kegagalannya, pemerintah perlu mengembalikan mandatnya kepada rakyat,” tambahnya.
Dia juga menuduh Netanyahu gembira atas kematian tentara Israel. Ia mengaku miris bahwa Israel memiliki seorang perdana menteri yang tersenyum ketika petugas IDF mengetuk pintu lebih banyak keluarga untuk memberi tahu mereka tentang kematian orang yang mereka cintai.
Hal tersebut mengacu pada pemungutan suara pleno Knesset diadakan pekan lalu sementara berita bahwa empat tentara tewas di Gaza beberapa jam sebelumnya masih dilarang untuk dipublikasikan.