Ikhbar.com: Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa se-Indonesia menetapkan bahwa YouTubers dan selebgram wajib mengeluarkan zakat. Aturan yang sama juga berlaku bagi pelaku ekonomi kreatif lainnya.
Ketua SC Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh menilai bahwa fatwa tersebut sudah selayaknya diterapkan. Pasalnya, para ulama melihat bahwa dunia digital punya potensi untuk terus dikembangkan dalam memberi manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat.
“Para ulama merespons perkembangan digital di tengah masyarakat, termasuk aktivitas digital yang dapat menghasilkan keuntungan,” ujar Prof. Ni’am dikutip dari laman MUI pada Jumat, 31 Mei 2024.
Baca: Ini Dampak Buruk Judi Online menurut MUI, dari Kecemasan hingga Kriminal
Meski demikian, Prof. Ni’am menegaskan bahwa zakat YouTubers dan selebgram memiliki sejumlah ketentuan, antara lain yakni objek usaha atau jenis konten tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.
Tata Cara
Dalam kesempatan itu, Prof. Ni’am juga menjelaskan terkait teknis mengeluarkan zakat bagi para pelaku konten kreator. Mereka dapat membayar zakat setelah penghasilannya setara dengan 65 gram emas.
“Serta tekah mencapai hawalan al haul (satu tahun) kepemilikan,” ujar sosok yang juga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa jika para konten kreator itu sudah mencapai nishab, maka zakatnya dapat dikeluarkan pada saat menerima penghasilan sekalipun belum mencapai hawalan al haul (satu tahun).
“Tetapi jika belum mencapai nishab, maka dikumpulkan selama satu tahun, kemudian dikeluarkan setelah penghasilannya sudah mencapai nishab,” jelasnya.
Terkait kadar zakatnya, kata dia, yakni sebesar 2.5% jika menggunakan periode tahun qamariyah, atau 2.57% jika menggunakan periode tahun syamsiyah.
“Dalam hal terdapat kesulitan untuk menggunakan tahun qamariyah sebagai tahun buku bisnis (perusahaan),” tuturnya.
Ia juga menegaskan bahwa kewajiban zakat tersebut berlaku bagi mereka yang kontennya bertentangan dengan syariat. Pasalnya, jika kontenya bertentangan dengan syariat, maka jelas hal itu diharamkan.
“Kalau kontennya berisi ghibah, namimah, pencabulan, perjudian, dan hal terlarang lainnya, maka itu tentu diharamkan,” tegas dia.