Ikhbar.com: Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah mengungkapkan bahwa ada 3.883 laporan aduan kasus pelanggaran hak anak selama 2023.
Ia mengatakan, angka tersebut dibagi dalam dua bentuk, yakni pelanggaran terhadap pemenuhan hak anak (PHA), dan perlindungan khusus anak (PKA) yang tersebar dalam 15 bentuk-bentuk perlindungan khusus anak.
“Bentuk laporan pertama, terkait dengan pelanggaran hak anak di klaster hak sipil dan partisipasi anak 33 kasus dengan tiga aduan tertinggi, yaitu anak sebagai korban pemenuhan hak atas identitas, anak sebagai korban pemenuhan hak atas perlindungan kehidupan pribadi, dan anak sebagai korban pemenuhan hak berekspresi serta mengeluarkan pendapat dan eksploitasi anak selama masa kampanye Pemilu 2024,” ujar Maryati dalam konferensi pers tentang laporan akhir tahun KPAI 2023 di Jakarta pada Senin, 21 Januari 2024.
Laporan kedua, lanjut Maryati, yaini klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif sebanyak 1.569 kasus yang dilaporkan dengan tiga aduan tertinggi. Kasus tersebut terdiri atas pengasuhan bermasalah, akses pelarangan bertemu, dan hak nafkah.
Maryati menyayangkan banyaknya kasus kekerasan terhadap anak sepanjang 2023 yang kebanyakan terjadi di lingkungan terdekat. Padahal seharusnya, keluarga menjadi tempat paling aman bagi anak.
“Hal tersebut menggambarkan bahwa keluarga yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan nyaman bagi anak, tetapi justru sebaliknya kerap menjadi tempat pelanggaran hak anak. Padahal seharusnya ini menjadi kewajiban orang tua dalam memberikan pengasuhan, memelihara, mendidik, dan melindungi anak,” ucap dia.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kasus ketiga berasal dari kluster kesehatan dan kesejahteraan anak sebanyak 86 kasus dengan tiga aduan tertinggi.
“Yaitu anak korban pemenuhan hak kesehatan dasar anak, anak korban malpraktik dalam layanan kesehatan, dan anak stunting,” ujar dia.
Di samping itu, kata dia, isu kesehatan pascapandemi terkait pemenuhan hak kesehatan dasar anak menjadi perhatian pemerintah.
“Baik pemerintah, orang tua, serta masyarakat harus mendorong setiap anak untuk memperoleh hak atas kesehatan secara optimal sebagaimana mandat dalam undang-undang perlindungan anak,” katanya.
Keempat, lanjut Maryati, yakni klaster pendidikan, waktu luang, budaya dan agama sebanyak 329 pelanggaran hak anak dengan tiga aduan tertinggi, yakni anak korban perundungan di satuan pendidikan, anak korban kebijakan, dan anak korban pemenuhan hak fasilitas pendidikan.
“Isu tiga dosa pendidikan, utamanya kasus perundungan di satuan pendidikan juga mewarnai aduan KPAI serta pemberitaan media setiap saat,” ucap Maryati.
Ia berharap, banyaknya kasus di satuan pendidikan tidak akan lagi terulang. Sebab menurutnya, sdunia pendidikan harus menjadi tempat yang ramah, aman, dan menyenangkan bagi setiap anak.
“Sehingga pendidikan ramah anak yang merupakan hak anak bisa diwujudkan,” tegas dia.
Kelima, yakni klaster PKA sebanyak 1.866 kasus dengan tiga aduan kasus tertinggi, yakni anak korban kejahatan seksual, anak korban kekerasan fisik atau psikis (anak sebagai korban penganiayaan), dan anak berhadapan dengan hukum.