NU Susun Rekomendasi Pergub Sound Horeg

Rapat Tim-9 PWNU Jatim untuk membahas fenomena sound horeg di Surabaya pada Selasa, 15 Juli 2025. Foto: Dok. PWNU Jatim

Ikhbar.com: Nahdlatul Ulama (NU) melalui Tim 9 Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur resmi merekomendasikan penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait penggunaan sound horeg.

Langkah ini diambil menyusul meningkatnya keluhan masyarakat atas kebisingan berlebih yang ditimbulkan. Polemik ini juga sempat melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang mengeluarkan fatwa haram terhadap praktik tersebut.

Rekomendasi tersebut disampaikan usai rapat Tim 9 di Kantor PWNU Jatim, Surabaya pada Selasa, 15 Juli 2025.

Menurut anggota Tim 9 sekaligus Wakil Ketua PWNU Jatim, KH Balya Firjaun Barlaman, kehadiran regulasi diperlukan agar kepolisian memiliki dasar hukum dalam menangani pelanggaran suara bising yang meresahkan warga.

Baca: Hukum Sound Horeg menurut Muhammadiyah

“Hukum itu bisa haram atau mubah, tergantung dampaknya. Kalau sudah menimbulkan mudharat yang nyata di masyarakat, maka statusnya bisa haram. Karena itu, aturan resmi perlu diterbitkan,” jelasnya.

Berdampak pada kesehatan

Kiai Firjaun menjelaskan, usulan Pergub tersebut akan mengatur batas maksimal volume sound system, mengacu pada ambang batas yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), yakni sekitar 135 desibel. Jika melebihi angka tersebut, suara tidak hanya berbahaya secara medis tetapi juga berdampak secara syar’i.

“Kalau volumenya melampaui batas, dampaknya bisa serius. Mulai dari bayi, lansia dengan gangguan jantung bisa terkena efek buruknya. Dalam konteks ini, penggunaan sound horeg bisa jadi haram,” ujarnya.

Tim 9 juga menilai bahwa aturan ini harus disertai mekanisme perizinan, terutama melibatkan kepolisian. Sebab hingga kini, aparat belum memiliki regulasi sebagai dasar untuk menindak penggunaan sound horeg secara sembarangan, terutama yang berkonvoi dengan truk atau pikap di area permukiman.

Tidak langsung dilabeli haram

Sementara itu, KH Ma’ruf Khozin, anggota Tim 9 sekaligus Ketua Satgas Aswaja Center PWNU Jatim menegaskan bahwa PWNU tidak serta-merta mengeluarkan fatwa haram secara mutlak. Penilaian hukum tersebut, menurutnya, ditentukan oleh kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

“Kami tidak langsung mengatakan haram, agar tidak menimbulkan gesekan sosial. Tapi kalau penggunaannya melanggar regulasi, misal mengganggu ketertiban atau membahayakan, maka bisa jadi hukumnya haram,” tegasnya.

Ia juga menyoroti perubahan cara masyarakat menggunakan sound system. Dulu, kata dia, konser musik dengan volume tinggi digelar di tempat terbuka seperti lapangan. Kini, suara keras justru dibawa keliling kampung tanpa kontrol.

“Dulu konser di lapangan, sekarang malah berkeliling kampung pakai truk dan pikap. Polisi belum bisa bertindak karena belum ada dasar hukum, itulah mengapa Polda Jatim berkoordinasi dengan kami,” tambah Kiai Ma’ruf.

Komposisi tim 9 NU

Tim 9 yang membahas persoalan sound horeg ini dipimpin KH Abd Matin Djawahir (Wakil Rais Syuriah) dan KH Azhar Shofwan (Sekretaris Tim 9/Wakil Rais Syuriah).

Sementara untuk Anggotanya terdiri dari sejumlah tokoh PWNU Jatim, seperti Prof. Ali Maschan Moesa, KH Azaim, KH Ma’ruf Khozin, KH Balya Firjaun, KH Adib Sholahuddin Anwar, KH Wafiyul Ahdi, dan Dr. Hardadi Erlangga.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.