Hukum Sound Horeg menurut Muhammadiyah

Ilustrasi sound horeg. Foto: Pinterest

Ikhbar.com: Fatwa haram terhadap penggunaan sound horeg yang dikeluarkan Pondok Pesantren Besuk, Pasuruan, Jawa Timur turut mendapat perhatian dari tokoh-tokoh Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah, KH Anwar Abbas, menilai penggunaan alat ini memang perlu ditertibkan karena menimbulkan keresahan publik.

Kiai Anwar menjelaskan, jika keberadaan sound horeg menimbulkan gangguan bagi masyarakat, maka penggunaannya wajib diatur agar tidak menimbulkan kegaduhan di ruang publik.

“Jika warga masyarakat merasa terganggu oleh kehadiran dari sound horeg tersebut, maka penggunaannya tentu harus diatur,” ujarnya pada Selasa, 15 Juli 2025.

Menurutnya, ketertiban dalam hidup bermasyarakat hanya bisa terwujud jika ada aturan yang ditaati bersama. Ia menekankan bahwa suara yang berlebihan bisa menimbulkan kerugian, bahkan membahayakan.

“Apalagi jika karena penggunaannya juga bisa menimbulkan masalah terhadap lingkungan, misalnya merusak bangunan dan kesehatan warga seperti merusak pendengaran dan detak jantung orang yang mendengarnya, maka pemerintah dan warga masyarakat tentu harus bisa mencegahnya,” jelas Kiai Anwar.

Baca: Godok Fatwa Haram Sound Horeg, MUI Gandeng Dokter THT

Meski demikian, Kiai Anwar menganggap perlu dilakukan kajian lebih mendalam terkait penggunaan sound horeg. Ia mendorong agar pihak berwenang dan para ahli terlibat untuk meninjau dampak sosial dan kesehatan dari fenomena ini.

Hal senada disampaikan Ketua PWM Jawa Timur, KH Sukadiono. Ia mengungkapkan bahwa Muhammadiyah di tingkat wilayah belum mengeluarkan fatwa khusus, namun lebih menekankan aspek etika sosial dan kesehatan.

“PWM itu lebih pada masalah etika, bagaimana kita menghargai orang lain dan lingkungan kita. Jangan sampai kita ini mengganggu ketenangan, ketertiban, dan kenyamanan orang lain,” katanya.

Sosok yang juga guru besar fisiologi olahraga dan mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu menyatakan bahwa penggunaan sound horeg sebenarnya diperbolehkan selama tidak mengganggu atau merugikan warga sekitar.

Ia menekankan bahwa masalah ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga menyangkut kepantasan dan kebijaksanaan dalam bermasyarakat.

“Kalau dari sisi fatwa, kita belum sampai ke situ. Tapi secara etika, itu kurang pantas jika sampai mengganggu lingkungan,” tambahnya.

PWM Jatim hingga kini belum menginstruksikan Majelis Tarjih untuk merumuskan hukum Islam secara khusus terkait sound horeg. Namun demikian, mereka tetap memberi perhatian serius terhadap keresahan masyarakat yang muncul.

Sebagai langkah awal, PWM Jatim berencana mendorong Pimpinan Daerah Muhammadiyah di wilayah terdampak seperti Pasuruan untuk melakukan pendekatan persuasif. Edukasi kepada masyarakat dianggap penting, terutama mengenai dampak sosial dan risiko kesehatan dari suara bising.

“Kita akan imbau PDM yang terdekat, terutama di wilayah Pasuruan, untuk melakukan pendekatan persuasif. Edukasi penting, baik dari sisi etika maupun dari sisi bahaya kesehatan telinga,” tegas dia.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.