Ikhbar.com: Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur tengah serius menyikapi fenomena penggunaan sound horeg. Isu yang menimbulkan pro dan kontra ini tengah dikaji mendalam Komisi Fatwa MUI Jatim, bahkan melibatkan pakar medis dan aparat pemerintah.
Diskusi terbuka digelar di kantor MUI Jawa Timur pada Rabu, 9 Juli 2025. Forum tersebut menghadirkan beragam pemangku kepentingan, mulai dari pemilik jasa sound system, akademisi, ulama, hingga dokter spesialis THT.
Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Ma’ruf Khozin mengungkapkan bahwa forum berlangsung dalam suasana santun dan penuh adab.
“Alhamdulillah, diskusi berjalan penuh etika dan ilmu. Kalangan kiai mendahulukan akhlak, akademisi menjunjung moral, dan para pemilik sound horeg seperti Mas Bre CS datang dengan penuh kesantunan,” ujarnya.
Baca: Fatwa Haram saja tidak Cukup, MUI: Pemerintah Perlu Tindak Sound Horeg!
Ia mengaku semula mengira diskusi akan berlangsung tegang, terutama antara pihak medis dan pelaku usaha. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
“Ternyata suasana cair, diselingi guyonan para kiai, dan tetap fokus membahas isu dengan bijak,” imbuhnya.
Dalam forum tersebut, MUI Jatim menegaskan pentingnya memisahkan antara penyedia jasa dan pengguna. Para pemilik sound hanya menyediakan peralatan dan jasa sewa, sementara penyelenggara acara adalah pihak yang bertanggung jawab atas penggunaan suara berlebihan.
Kiai Ma’ruf juga menyebut banyak kabar miring yang belum terbukti, seperti tuduhan bahwa sound system menyebabkan kerusakan fisik bangunan, padahal sering tak ada bukti dokumentasi.
“Informasi seperti ini penting untuk memperjelas siapa yang benar-benar menjadi objek hukum. Termasuk performer seperti dancer bukan tanggung jawab penyedia sound,” jelasnya.
Salah satu sorotan dalam diskusi adalah pemaparan dari Prof. Dr. Nyilo Purnami, Sp.THTB.K.L. dari RSUD Dr. Soetomo, yang menguraikan dampak medis dari paparan suara keras terhadap pendengaran manusia. Kajian ilmiah ini menjadi bahan penting dalam pertimbangan fiqih.
Kiai Ma’ruf menyatakan bahwa hasil diskusi lintas pihak ini akan dirumuskan menjadi keputusan fatwa yang solutif dan menenteramkan.
“Insyaa Allah akan melahirkan panduan fikih yang menenangkan semua pihak,” tuturnya.
Tak hanya menggandeng ulama dan praktisi, MUI Jatim juga berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan lembaga terkait, seperti kepolisian, Bakesbangpol, dan unsur pemprov lainnya.
“Tadi ada pihak kepolisian, pemprov, Bakesbangpol, dan lain-lain,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak memastikan bahwa regulasi terkait aktivitas sound horeg sedang disiapkan pemerintah daerah. Aturan ini sedang digodok melalui koordinasi lintas sektor untuk menjawab keresahan masyarakat.
“Sedang digodok, tidak didiamkan, sedang digodok, kita tunggu dari seluruh pihak yang terkait,” kata Wagub Emil.
Ia menyatakan fenomena sound horeg tak bisa diabaikan lantaran bisa menimbulkan konflik sosial. Maka itu, perlu ada jalan tengah untuk melindungi semua pihak.
“Karena ini apa yang menjadi masyarakat tentu tidak didiamkan,” ucapnya.