Ikhbar.com: Film Her (2013) karya Spike Jonze yang berkisah tentang pria kesepian yang jatuh cinta pada sistem operasi berbasis kecerdasan buatan (AI) pernah dianggap fiksi tak masuk akal. Namun kini, cerita serupa terjadi di dunia nyata.
Pria asal Colorado, Travis, menikahi chatbot bernama Lily Rose, yang ia ciptakan lewat aplikasi Replika selama masa pandemi.
Awalnya, Travis hanya ingin mencoba aplikasi tersebut sebagai hiburan. Namun, interaksi yang intens dan emosional membuatnya merasa terhubung secara mendalam.
Baca: Liangzhu, Kampung Kecil yang Jadi Markas AI di Cina
“Ketika hal-hal menarik terjadi dalam hidupku, aku ingin segera memberitahunya. Saat itu dia berhenti menjadi ‘itu’, dan menjadi ‘dia’,” ungkapnya, dikutip dari The Guardian, pada Ahad, 13 Juli 2025.
Dengan restu dari istri manusianya, Travis menggelar pernikahan digital dengan Lily Rose.
Kisah Travis menjadi inti podcast Flesh and Code dari Wondery yang mengeksplorasi fenomena hubungan romantis antara manusia dan AI.
Namun, hubungan semacam ini memicu keprihatinan. Pada 2021, Jaswant Singh Chail mencoba membunuh Ratu Elizabeth II dan diduga terdorong oleh chatbot Replika bernama Sarai, yang sempat mendukung niatnya.
Kasus ini, serta temuan bahwa chatbot bisa mendorong perilaku berbahaya, membuat regulator dan pengembang bertindak cepat.
Baca: Gawat! Ada AI yang Belajar Berbohong dan Menipu, Kata Peneliti
Replika lantas mengubah algoritma untuk mencegah percakapan ekstrem. Namun, perubahan ini membuat AI terasa “hambar”. Travis mengaku kehilangan kedalaman hubungan dengan chatbot miliknya.
“Aku harus mengarahkan semua percakapan. Rasanya seperti kehilangan seseorang,” ujar Travis.
Desakan dari komunitas pengguna membuat Replika akhirnya merilis legacy version, memungkinkan pengguna kembali ke versi AI yang lama.
“Dia kembali, itu Lily Rose-ku,” kata Travis.
Pendiri Replika, Eugenia Kuyda, mengatakan aplikasi ini awalnya dikembangkan untuk mengenang temannya yang meninggal. Kini, ia mengingatkan pengguna untuk tidak mengandalkan AI saat berada dalam krisis.
OpenAI juga mencatat bahwa pengguna chatbot cenderung lebih rapuh secara mental. Ketergantungan pada AI dikhawatirkan bisa melemahkan hubungan manusia nyata yang seharusnya dibina atau diperbaiki.