Ikhbar.com: Ketua Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU), KH M Zulfikar As’ad atau yang akrab disapa Gus Ufik memperingatkan masyarakat akan bahaya paparan suara sound horeg.
Menurutnya, paparan suara yang berlebihan dari sound horeg bisa menyebabkan gangguan pendengaran yang bersifat permanen.
“Paparan suara dengan intensitas lebih dari 85 desibel (dB) selama 15 menit saja, menurut standar WHO dan Kementerian Kesehatan, sudah bisa memicu kerusakan pendengaran. Apalagi jika mencapai 100 dB atau lebih, sebagaimana yang kerap terjadi pada penggunaan sound horeg,” ujar Gus Ufik pada Jumat, 18 Juli 2025.
Sosok yang juga menjabat sebagai Rektor Unipdu Jombang dan pengasuh Ponpes Darul Ulum ini menyayangkan maraknya hiburan masyarakat yang menggunakan sound system melebihi batas aman.
“Berdasarkan pengamatan di lapangan, tidak jarang volume suara dalam hajatan dan konser lokal melampaui 100 dB yang bisa sangat berbahaya bagi telinga manusia,” katanya.
Baca: Kemenkum Tegaskan Sound Horeg Wajib Patuhi Norma Agama dan Sosial
Ia menjelaskan, dampak yang ditimbulkan tidak hanya sebatas pada pendengaran, tetapi akan mengalami tinnitus atau denging berkepanjangan di telinga.
“Bahkan beberapa rumah warga pernah mengalami kerusakan seperti kaca pecah atau genting runtuh akibat getaran suara ekstrem dari sound system tersebut,” jelas dia.
Di sisi lain, Gus Ufik menyatakan apresiasinya atas langkah MUI Jawa Timur yang mengeluarkan imbauan terkait penggunaan sound horeg. Ia menilai kebijakan tersebut lahir dari keresahan masyarakat terhadap gangguan yang ditimbulkan.
“Langkah MUI Jatim itu sangat tepat. Saya yakin itu muncul karena banyaknya keluhan dari masyarakat, yang resah dengan maraknya penggunaan sound horeg di berbagai daerah,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa edukasi mengenai batas aman penggunaan sound system harus terus digalakkan. Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan tokoh masyarakat diharapkan turut terlibat aktif dalam mengatur penggunaannya, terutama di kawasan padat penduduk.
“Sound horeg ini bukan sekadar soal hiburan. Ini sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Kami dari LK PBNU siap bekerja sama untuk memberikan edukasi dan advokasi kepada masyarakat,” ucap Gus Ufik.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan WHO, ambang batas aman suara adalah 85 dB, dengan durasi paparan maksimal sekitar 8 jam. Namun, jika suara mencapai 100 dB ke atas, telinga manusia hanya mampu menahannya tidak lebih dari 15 menit sebelum terjadi risiko kerusakan permanen.
“Oleh karena itu, saya mendukung penuh adanya regulasi, bahkan jika perlu, larangan terhadap penggunaan sound horeg. Tapi yang paling utama adalah membangun kesadaran kolektif, baik dari penyedia, pemilik, maupun pengguna, agar tidak merugikan warga sekitar yang terpapar langsung,” pungkasnya.