Ikhbar.com: Informasi mengenai kuota haji untuk musim 2026 akan diumumkan pada 15 Juli 2025. Kepastian ini seperti yang disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Cucun Ahmad Syamsurijal dalam sambutannya di acara Pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII Periode 2025–2030 yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan pada Ahad, 13 Juli 2025.
Ia menegaskan bahwa pengumuman tersebut sekaligus menjadi bagian dari reformasi tata kelola haji nasional.
“Besok, tanggal 15 Juli ini pengumuman kuota haji, kemungkinan perpres akan keluar,” ujar Cucun.
Langkah ini berkaitan erat dengan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang saat ini tengah digodok DPR dan pemerintah. Revisi tersebut diharapkan menjadi pintu masuk bagi perubahan besar dalam sistem penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.
Baca: Badan Haji Tolak Usul Berangkatkan Jemaah lewat Jalur Laut
Tata kelola haji akan berubah total
Cucun menyebutkan bahwa selama ini pelaksanaan ibadah haji berjalan dengan pendekatan rutin tahunan tanpa pembaruan berarti, terutama dalam hal pengawasan.
“Ini revolusi besar tentang pelaksanaan ibadah haji. Kami lagi menyusun RUU tentang Revisi 8/2019 yang sering dari tahun ke tahun business as usual. Ributnya ya permasalahan kuota, permasalahan penanganan bagaimana kontraktual,” jelasnya.
Menurut dia, pengawasan terhadap fasilitas haji, seperti hotel dan katering selama ini dilakukan di tahap akhir, sehingga banyak masalah berulang dari tahun ke tahun. Padahal, hal-hal teknis tersebut sangat memengaruhi kenyamanan dan kelayakan layanan bagi jemaah.
“Kami ingin ke depan pengawasan tak hanya dilakukan di ujung saja. Kadang fasilitas diperlihatkan bagus, tapi saat pelaksanaan justru menimbulkan keluhan. Ini yang perlu diperbaiki,” ujar politisi PKB itu.
BPH gantikan peran Kemenag
Cucun juga mengungkapkan bahwa pengelolaan ibadah haji ke depan tidak lagi berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag), melainkan akan sepenuhnya ditangani oleh Badan Penyelenggara Haji (BPH). Struktur kelembagaan baru ini sedang menanti peraturan presiden yang akan menjadi dasar operasional.
“Apalagi sekarang sudah dilepas dari Kementerian Agama, sudah final strukturnya. Tidak di Kementerian Agama lagi, tapi di Badan Penyelenggara Haji. Pak Presiden sudah menyusun BPH,” jelasnya.
Meski demikian, ia menyebut proses harmonisasi beleid baru masih berjalan, dan pembahasan RUU sudah kembali ke Komisi VIII DPR.
“Karena siklus haji ini sudah berjalan di bulan Juli, maka besok pengumuman kuota haji akan dilakukan. Kemungkinan besar perpres juga akan dikeluarkan,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa dalam rancangan perpres terbaru, BPH akan memiliki kewenangan penuh dan tidak lagi berbagi peran dengan kementerian agama seperti sebelumnya.
“Kalau kemarin masih agak sedikit ambigu, perpres ini menekankan bahwa BPH menjalankan dengan kementerian yang membidangi agama, tapi nanti perpres baru akan full langsung ke Badan Penyelenggara Haji,” ucapnya.
Revisi UU
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR sekaligus anggota Tim Pengawas Haji, Abidin Fikri menyatakan bahwa DPR dan pemerintah berkomitmen merevisi dua regulasi penting, yakni UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta UU Pengelolaan Keuangan Haji.
Menurutnya, langkah ini krusial untuk menyesuaikan regulasi nasional dengan kebijakan terbaru dari Pemerintah Arab Saudi.
“Dua undang-undang ini akan diubah secara sinergis. Kami perlu mendalami lebih jauh agar revisi yang dilakukan bisa menyesuaikan dengan kebijakan terbaru dari Arab Saudi, termasuk soal visa nonhaji yang kini dilarang masuk ke Kota Suci,” ujarnya melalui keterangan tertulis.
Abidin menilai bahwa pelarangan visa nonhaji yang kini diterapkan Arab Saudi telah menimbulkan berbagai dampak, seperti deportasi dan penahanan jemaah, sehingga regulasi nasional harus lebih adaptif terhadap dinamika global tersebut.
“Ke depan, kita perlu memastikan bahwa regulasi dan kemampuan kita mampu menjawab perubahan yang dilakukan Arab Saudi,” pungkasnya.