Ikhbar.com: Menteri Agama (Menag) Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar menegaskan bahwa wacana haji jalur laut masih dalam proses kajian awal dan belum menjadi pembahasan resmi di internal Kementerian Agama (Kemenag).
“Belum ada pembahasan resmi di internal Kementerian Agama. Namun sudah banyak perusahaan yang pernah datang dan mempersentasikan itu,” ujar Menag usai menghadiri Rapat Terbatas Menteri di Gedung Kemenko PMK pada Kamis, 10 Juli 2025.
Menag mengakui bahwa penggunaan jalur laut untuk haji bukanlah hal baru dalam sejarah. Dahulu, Indonesia pernah menggunakan kapal seperti Belle Abeto dan Gunung Jati untuk mengangkut jemaah ke Tanah Suci. Namun, perjalanan saat itu membutuhkan waktu yang cukup lama.
Baca: Kemenag Buka Peluang Haji Jalur Laut
“Dulu jalur laut ada kapal Bele Abeto, ada kapal Gunung Jati, tapi saat itu membutuhkan waktu tiga bulan empat bulan. Nah sekarang ini mungkin kapalnya lebih cepat ya. Saudi Arabia kan juga ada jalur lautnya, tapi terutama untuk pelabuhan dekat-dekat situ, misalnya di Mesir,” jelasnya.
Meski demikian, Menag menyebut bahwa sejumlah perusahaan swasta yang menyampaikan minat mengelola skema jalur laut itu belum memiliki kapal sendiri. Mayoritas dari mereka hanya mengandalkan kerja sama dengan pihak asing, sehingga berisiko membuat biaya perjalanan menjadi mahal.
“Perusahaan-perusahaan yang pernah datang ke kantor dan mempersentasikan itu juga belum punya kapal, hanya mungkin kerjasama dengan pihak luar, jadi mungkin jatuhnya mahal,” ungkap Prof. Nasar.
Ia menambahkan, penggunaan kapal untuk ibadah saat ini lebih banyak diterapkan untuk perjalanan umrah dari negara-negara sekitar Timur Tengah, bukan dari Indonesia langsung.
“Kalau jalur umrah, sudah ada sebetulnya, tapi tidak langsung dari Indonesia. Misalnya calon jemaah terbang dari titik tertentu dulu baru naik kapal pesiar ke titik yang cukup dekat dengan tujuan,” tambahnya.
Selain membahas soal haji, Menag juga menanggapi isu kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan yang mengatasnamakan pesantren. Ia menegaskan bahwa kasus-kasus tersebut tidak terjadi di lembaga pesantren resmi.
“Sebetulnya bukan pesantren, tapi abal-abal mengatasnamakan pondok pesantren,” tegasnya.
Menag memastikan bahwa pihaknya telah membentuk tim khusus guna mencegah agar kasus serupa tidak kembali terulang. “Kita sudah bentuk timnya, ini nggak boleh ada seperti itu lagi. Kita bentuk tim khusus pencegahannya,” pungkasnya.