Ikhbar.com: Pendiri platform komunikasi daring Telegram, Pavel Durov, menyatakan alasan di baik penangkapannya adalah pendekatan yang keliru, dengan menganggap penyebaran konten ilegal di platform tersebut sebagai tanggung jawab pendiri.
Komentar Durov, yang disampaikan melalui akun Telegram-nya, pada Kamis, 5 September 2024, merupakan pernyataan publik pertamanya sejak ia ditangkap di bandara dekat Paris dan dituduh otoritas Prancis bulan lalu, karena gagal mencegah aktivitas ilegal di aplikasi tersebut.
Baca: Arab Saudi Hapus Belasan Juta Konten Radikal di Telegram
Menurut jaksa Prancis yang menuntutnya, kejahatan di Telegram meliputi penyebaran materi pelecehan seksual anak, penipuan, dan penjualan narkoba.
“Tidak ada inovator yang akan membangun alat baru, jika mereka tahu tanggung jawab atas potensi penyalahgunaan alat dibebankan kepada pendiri,” tulis Durov, dikutip dari The New York Times, pada Jumat, 6 September 2024.
Ia menjelaskan bahwa tumbuh kembang di Telegram, yang memiliki 950 juta pengguna, telah memudahkan penjahat untuk menyalahgunakan platform.
“Itulah sebabnya saya menjadikan ini sebagai tujuan pribadi, untuk memastikan kami memperbaiki hal ini secara signifikan,” katanya.
Kasus Durov telah menjadi perdebatan yang dipenuhi muatan politik mengenai batasan kebebasan berbicara di internet. Telegram berkomitmen pada pengawasan yang longgar terhadap apa yang orang katakan atau lakukan di platform tersebut.
Baca: Medsos, Moderasi, dan Metafora Dunia Baru
Aplikasi ini telah membantu orang-orang yang hidup di bawah pemerintahan otoriter untuk berkomunikasi dan berorganisasi, tetapi juga telah menjadi sarang bagi disinformasi, ekstremisme, dan konten berbahaya lainnya.
Telegram telah lama menjadi sasaran badan penegak hukum global, karena menolak untuk bekerja sama dengan otoritas. Jaksa Prancis menyatakan bahwa Durov ditangkap sebagian karena hampir tidak adanya respons Telegram terhadap permintaan yang terkait dengan penyelidikan kriminal.
“Ini mengejutkan saya,” ujar Durov dalam komentarnya di Telegram.
Durov mengatakan bahwa Telegram memiliki perwakilan resmi di Uni Eropa dengan alamat email publik yang dapat ditemukan melalui pencarian Google. Ia menambahkan bahwa ia adalah warga negara Prancis dan sering berkunjung ke Konsulat Prancis di Dubai, Uni Emirat Arab, tempat ia tinggal sekarang.
Ia menyatakan bahwa ia telah secara pribadi membantu otoritas Prancis membangun saluran komunikasi dengan Telegram untuk menangani ancaman terorisme di Prancis.
Durov berpendapat bahwa Prancis menggunakan undang-undang dari era pra-smartphone untuk menuntutnya atas kejahatan yang dilakukan pengguna Telegram. Menurutnya, lebih tepat jika tindakan hukum diambil terhadap perusahaannya, bukan dirinya secara pribadi.
Baca: Warga Muslim dan Yahudi Amerika Saling Blokir di Medsos
Mengoperasikan platform komunikasi global adalah keseimbangan yang rumit antara privasi dan keamanan, katanya. Di Rusia dan Iran, ia menyebutkan bahwa perusahaan lebih memilih untuk diblokir daripada menyerah pada tuntutan pemerintah.
Telegram tidak sempurna, kata Durov, tetapi ia menyebutkan bahwa anggapan bahwa platform tersebut adalah surga anarkis tidak berdasar. Platform ini menghapus jutaan posting berbahaya setiap harinya, ujarnya.
Perusahaan akan mengumumkan perubahan lebih lanjut untuk menangani penyalahgunaan Telegram dalam waktu dekat.
“Kami berniat untuk membawa kebaikan, dan membela hak-hak dasar orang, terutama di tempat-tempat yang hak-hak ini dilanggar,” pungkasnya.