Ikhbar.com: Ulama kharismatik, Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj menyebut kecanggihan teknologi informasi melahirkan dua hal berseberangan, yakni manfaat dan ancaman.
“Kemajuan digitalisasi ini penting dikuasai santri. Sebab, di dalamnya ada manfaat sekaligus madlarat (dampak negatif),” kata Buya Said, sapaan karibnya, dalam acara Halalbihalal Ikatan Santri dan Alumni Astanajapura (Istajap) dan Ikatan Alumnus Pondok Pesantren KHAS (Ikhwan KHAS) Kempek Cirebon, di Desa Japurabakti, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Ahad, 30 April 2023.
Buya mengaku takjub dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi yang mampu menyuguhkan banyak hal hanya dalam satu genggaman.
“Bayangkan, semuanya tersedia di Google (internet), ada informasi soal tafsir, fikih, ilmu kalam, tarikh, nahu, saraf, dan lainnya,” kata Buya Said.
“Bahkan, aplikasi Al-Qur’an pun tersedia di dalam ponsel,” sambungnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, Jakarta Selatan itu menjelaskan, melalui perkembangan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, semua informasi bisa disajikan lebih cepat dan semakin tidak terbatas.
“Tetapi, madlarat-nya juga luar biasa. Misalnya, ada bacaan berita yang sebenarnya baik, tetapi di sela-sela itu terdapat iklan dengan gambar yang menjijikkan. Nah, ini bagaimana dengan dampak ke anak-anak, remaja?” kata Buya Said.
Belum lagi, lanjut Buya Said, dengan adanya potensi provokasi ajaran radikalisme dan liberalisme. Jika hal tersebut dikonsumsi oleh generasi nonpesantren, dikhawatirkan akan benar-benar meresap dan melahirkan dampak yang buruk.
“Ada keterangan tentang kewajiban berjihad, tudingan negara taghut karena tidak memakai hukum Islam, dan lain-lain. Jika dibaca oleh yang bukan jebolan pesantren, bisa-bisa langsung masuk, kok iya, ya? Surga balasannya, bidadari, makanya disebut pengantin,” kata Buya Said.
Berbeda dengan generasi pesantren. Buya Said menyebut, para santri sudah dibekali bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan konteks tertentu. Memahami Al-Qur’an juga mesti memahami asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat).
“Ayat, atau perintah dalam Al-Qur’an itu ada yang bersifat umum, ada juga yang khusus. Misalnya, kewajiban salat, itu umum. Di mana saja, kapan saja, siapa saja, salat wajib dikerjakan,” kata Buta Said.
Berbeda dengan ayat-ayat perang, Buya Said menegaskan bahwa hal itu bersifat khusus.
“Suatu ketika Kota Madinah dikepung 10 ribu tentara kafir Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan. Sementara di Madinah hanya ada 700 orang Islam. Maka, Nabi Muhammad Saw memerintahkan sahabat untuk membuat parit agar mereka tidak bisa masuk,” kisahnya.
Akan tetapi, lanjut Buya Said, di antara tentara kafir Quraisy, ada sejumlah orang yang berhasil menembus kota karena menggunakan kuda dengan ukuran yang cukup besar.
“Kemudian, ada beberapa sahabat yang merasa takut, mereka masuk rumah, mengunci diri, lantas turunlah ayat tentang jihad itu,” kata Buya Said.
Allah Swt juga berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَا لَكُمْ اِذَا قِيْلَ لَكُمُ انْفِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اثَّاقَلْتُمْ اِلَى الْاَرْضِۗ اَرَضِيْتُمْ بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَا مِنَ الْاٰخِرَةِۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا قَلِيْلٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa apabila dikatakan kepada kamu, ‘Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah,’ kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu lebih menyenangi kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” (QS. At-Taubah: 38)
“Dan sekarang kita ada di zaman damai. Dan konteks perintah perang itu sedang tidak berlaku,” kata Buya Said.