Ikhbar.com: Islam menjunjung tinggi akhlakul karimah. Bahkan, hal itu menjadi misi utama risalah Nabi Muhammad Saw. Setiap Muslim dianjurkan menjalani hidup dengan standar moral yang baik tanpa merugikan diri sendiri, apalagi orang lain.
Salah satu sikap yang dinilai paling berseberangan dengan akhlak Islam adalah merendahkan dan mengejek orang lain. Terlebih lagi, jika tindakan itu sudah masuk kategori perundungan alias bullying.
Sebaliknya, Al-Qur’an berkali-kali membincang soal pentingnya berlaku baik bagi semua orang tanpa pengecualian. Hal ini, sebagaimana yang dijelaskan beragam tafsir dalam mengomentari QS. Al-Qalam: 4. Allah Swt berfirman:
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
Baca: Beda Akhlaq, Khalq, dan Khuluq
Keluasan makna akhlak
Menurut Imam Al-Mawardi dalam Tafsir al-Nukat wa al-‘Uyun menjelaskan, ayat tersebut diartikan sebagai keharusan untuk berbuat baik (berakhlak) terhadap semuanya, persis seperti yang diteladankan Rasulullah Saw.
“Akhlak harus diterapkan kepada semuanya, entah itu sesama umat Islam, umat lain, bahkan binatang serta tumbuhan sekali pun,” jelas Imam Al-Mawardi.
Guna memperkuat kendali perilaku dan moral seorang Muslim, lanjut Imam Al-Mawardi, Nabi Saw menasihati umatnya agar menjauhi sikap dengki, munafik, amarah, mencela, mem-bully, dan segala keburukan lainya.
“Sebab tindakan tersebut tentu akan berimbas pada diri sendiri dan orang lain,” katanya.
Lebih jauh lagi, Imam Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ li Ahkam al-Quran menjelaskan, lafaz “khuluqin” diartikan sebagai budi pekerti yang luhur nan terpuji.
“Adanya lafaz ‘innaka‘ kemudian tambahan huruf ‘lam‘ pada kata ‘ala‘ menggambarkan keluhuran budi pekerti Nabi Saw yang sampai pada puncaknya,” katanya.
Menurutnya, sifat ‘azim‘ yang dikaitkan dengan ‘khuluq‘ semakin menunjukkan betapa agungnya akhlak Rasulullah Saw.
Sementara itu, ulama ahli tafsir Al-Qur’an asal Indonesia, Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengungkapkan, kata “khuluq” jika tidak dibarengi dengan adjektif-nya, maka ia selalu diartikan sebagai budi pekerti yang luhur, tingkah laku, dan watak terpuji.
“Namun jika dibarengi dengan kata ‘ala,’ maka ia mengandung makna kemantapan. Di sisi lain, ia juga mengesankan bahwa Nabi Muhammad Saw yang menjadi mitra bicara ayat- ayat tersebut berada di atas tingkat budi pekerti yang luhur,” katanya.
Baca: Ayat-ayat Anti-Bullying
Larangan merundung
Larangan melakukan bullying juga ditegaskan dalam QS. Al-Hujurat: 11. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.”
Imam Al-Alusi dalam tafsirnya menjelaskan, pada redaksi “yaskhar” dimaknai sebagai “al-huz’u,” yakni memandang orang lain dengan pandangan serba kekurangan, sehingga ada celah untuk saling menghina.
Imam Al-Alusi juga memberikan beberapa contoh sukhriyah (penghinaan) yang ia kutip dari Imam Al-Qurthubi, yaitu menertawakan seseorang tatkala sedang berbicara atau saat membuat kesalahan.
“Bisa juga menertawakan profesinya maupun hasil kerjanya, atau karena buruknya rupa yang dihina,” katanya.
Sementara dalam Tafsir Kementerian Agama (Kemenag) dijelaskan, melalui ayat tersebut, Allah mengingatkan umat Muslim agar tidak suka mengolok-olok kaum yang lain. Pasalnya, boleh jadi mereka yang di-bully itu pada sisi Allah jauh lebih mulia dan terhormat.
“Demikian pula di kalangan perempuan, jangan ada segolongan perempuan yang mengolok-olok perempuan yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olok itu pada sisi Allah lebih baik dan lebih terhormat daripada perempuan-perempuan yang mengolok-olok,” jelas Tafsir Kemenag.