Perkara Mario Dandy dan Momen Perbaikan Sistem Sosial Kita

Tersangka penganiayaan berat, Mario Dandy Satrio (MDS). Dok. Instagram

Oleh : Bakhrul Amal (Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta)

PADA kisaran tahun 1920-an, Ernest Hemingway, seorang penulis muda yang lambat laun kariernya meroket, menuliskan sebuah teori penting di bidang kepenulisan. Teori itu dia namai dengan iceberg theory atau teori gunung es.

Hemingway menilai bahwa kekuatan sebuah cerita itu tidak terletak pada penjelasan yang panjang, atau pada persolan kemampuan menjelaskan sesuatu secara mendetail. Bagi Hemingway, justru cerita itu semakin menarik dan kuat ketika hanya menampilkan apa yang mestinya ditampilkan saja (gunung es yang tampak). Selebihnya (bagian tubuh gunung) biarkanlah pembaca berimajinasi.

Teori gunung es

Teori Hemingway ini lambat laun semakin berkembang. Penggunannya pun tidak hanya bagi kepenulisan tetapi juga bagi ilmu-ilmu lain seperti politik, hukum, psikologi dan ekonomi.

Teori ini, salah satunya digunakan untuk kepentingan analisis sosial yang kemudian dikenal dengan iceberg model yang berpangku pada empat lapisan, yang terdiri dari event, pattern, structure, dan mental model.

Analisis iceberg model

Dalam gunung es selalu ada puncak yang tampak. Puncak itu dapat kita lihat dengan mata telanjang. Bahkan kita juga dapat mendengar ketika gunung itu meletus serta merasakan dampak terhadap letusannya. Itulah yang disebut sebagai “event” dalam teori gunung es.

Selanjutnya ketika kita dekati ternyata yang tampak tersebut hanyalah sebagian kecil. Gunung itu besar dan tingginya hingga ke dasar lautan. Dari situlah kita dapat temui “pattern” atau pola tertentu yang menunjukan wajah asli gunung.

Pengetahuan akan pattern membuat kita mengetahui juga tentang “structure“. Structure membawa kita lebih jauh ke pemahaman terkait alasan kenapa peristiwa yang menyebabkan pattern itu dapat terjadi. Terakhir, kita juga akan lebih mudah memahami mengapa itu dapat terjadi, apakah karena lautan itu muncul belakangan atau karena memang gunung itu berada dalam lautan. Tahap pemahaman yang terakhir adalah tahap yang dimaksud dengan “mental model“.

Kasus MDS dalam analisis iceberg model

Kasus Mario Dandy Satrio/MDS (20) yang terlihat oleh jutaan pasang mata publik Indonesia adalah terkait dengan penganiayaan berat yang direncanakan dan atau pembunuhan berencana. Dia memukul serta menendangi D (17) secara membabi buta hingga tak sadarkan diri. Itulah event-nya, atau sesuatu yang jelas tampak terlihat oleh semua orang.

Selanjutnya kita bisa melihat bahwa pola demikian kerap dilakukan oleh orang karena emosi, martabatnya dihina, atau karena memang adanya gangguan psikologis yang dialaminya (baca : psikopat).

Tetapi ekspresi emosional yang diluapkan oleh MDS bukanlah emosi yang umum. Ekspresi emosional MDS cenderung terkesan menghilangkan kendali akan akal sehatnya. Emosi model demikian biasanya disebabkan karena perasaan bahwa dia lebih tinggi sehingga harus dihormati. Atau juga karena merasa kuat sehingga bisa menyelesaikan persoalan menurut caranya sendiri.

Mental model demikian biasanya muncul karena seringnya dia dimenangkan bahkan dilindungi dalam setiap persoalan yang jelas dan terang dia melakukan kesalahan. Atau mental model ini juga dapat timbul karena dia seringkali diperlakukan istimewa dibandingkan orang lain.

Perlakuan istimewa itu bahkan diberikan kepadanya dalam kondisi yang menuntut semua orang diperlakulan secara setara. Oleh sebab itu dia merasa berani dan tidak khawatir melakukan hal keji sekali pun karena ada perasaan dia pasti dimenangkan dan memperoleh perlakuan yang istimewa.

Agar tragedi tak terulang

Melalui metode iceberg model kita kemudian dapat menentukan solusi yang tepat untuk permasalahan yang sedang kita hadapi.

Apabila kita hanya melihat sebatas dari event an sich maka solusi yang akan kita berikan atas masalah itu hanya sebatas proses hukum. Proses hukum mungkin dapat membuat jera MDS tetapi terbatas hanya dalam jangka waktu sesuai hukuman yang diberikan saja. Perilaku serupa suatu saat dapat terjadi lagi dan dilakukan oleh orang lain yang memiliki pattern serupa. Dan itu fakta, sebab kejadian MDS ini hanya berselang hitungan bulan dari kejadian Sambo.

Jika kita hendak melakukan perubahan secara terukur maka kita mesti melihat lebih dalam lagi. Melihat hal-hal yang membuat kenapa mental model demikian dapat muncul.

Dari situ kita temukan solusi yang komperhensif. Pertama, agar kejadian serupa tidak terulang maka perlu disusun suatu sistem yang lebih fair dan sistem itu harus disebarluaskan. Sehingga setiap kekalahan dan kemenangan itu dapat diuji dan diterima secara lapang. Kedua, setiap struktur sosial di negara hukum harus memperkuat komitmennya dalam menjalankan prinsip equality before the law. Semua orang harus diperlakukan sama dalam semua keadaaan tanpa tapi dan terkecuali.

Upaya perwujudan dua solusi itu melibatkan banyak disiplin ilmu. Psikologi membantu dalam model parenting. Ilmu Ekonomi membuat skema yang logis terhadap distribusi kekayaan. Politik mengkonsep sistem yang mampu mewujudkan spirit kesetaraan di masyarakat. Ilmu hukum memberikan sumbangsih pemikiran terkait hukum yang dapat menimbulkan efek jera.

Penutup

Dari tulisan ini kita memahami bahwa untuk mengatasi sebuah kejahatan itu tidak dapat diselesaikan hanya dengan bantuan ilmu hukum saja. Tetapi perlu bantuan ilmu-ilmu lain. Selama sistem sosial kita selalu memberikan kemungkinan kepada seseorang untuk leluasa melakukan kejahatan/pelanggaran maka kejahatan/pelanggaran itu akan tetap ada dengan jumlah yang tetap tinggi.[]

Kami mengundang para pembaca yang budiman untuk menyumbangkan buah pikirannya melalui kanal ‘Risalah’. Kirimkan tulisan terbaik Anda melalui email redaksi@ikhbar.com

Baca artikel kami lainnya di Google News.