MAN ashraqat bidayatuhu ashraqat nihayatuhu. Awal yang bersinar niscaya mengantarkan pada akhir yang bertabur cahaya. Begitulah nasihat Ibnu Athaillah As-Sakandari yang mengajarkan ihwal keterhubungan antara awal dan akhir. Keduanya adalah cermin yang saling memantul. Cara seseorang memulai menentukan bagaimana ia akan mengakhiri.
Kata “akhir” berasal dari Bahasa Arab yang berarti “penghabisan” atau “penutup.” Namun, ketika bergeser ke dalam pengertian Melayu, istilah itu kerap dimaknai sebagai “tujuan” atau “penyelesaian.” Padahal, secara spiritual, akhir adalah fase baru. Tradisi Islam, misalnya, menyebut “kematian” sebagai akhir hidup di dunia, tetapi awal perjalanan menuju akhirat.
Paradoks awal dan akhir itu kemudian melahirkan pemahaman bahwa hidup tak ubahnya lingkaran. Tidak ada huruf yang benar-benar awal dan titik yang betul-betul akhir. Semua saling terkait dalam harmoni yang tak selalu mudah dimengerti. Pemahaman ini, bahkan hadir dalam keseluruhan ruang budaya lokal, filsafat, pun tradisi spiritual.
Tidak ada huruf yang benar-benar awal dan titik yang betul-betul akhir.
Baca: Pentingkah Ilmu Filsafat dan Psikologi bagi Santri? Begini Ulasan Kiai Taufik Gedongan
Aristoteles mengenalkan konsep causa prima atau sebab pertama. Ia menyebutnya “Unmoved Mover,” entitas awal yang menjadi penentu segala sesuatu. Dalam filsafat Islam, konsep ini diterjemahkan menjadi Tuhan sebagai “Al-Awwal.” Sebagai Yang Awal, Tuhan adalah sumber segala eksistensi. Segala sesuatu bermula dari dan kembali kepada-Nya.
Begitu pula Martin Heidegger, yang menyebutnya sebagai “Dasein,” eksistensi manusia yang terlempar ke dunia. Awal dan akhir bersifat kronologis yang sekaligus eksistensial. Kematian hanyalah “possibility of impossibility” batas keberadaan manusia. Buktinya, kesadaran akan kematian justru memandu manusia menemukan makna hidup secara mendalam.
Di dunia tasawuf, Ibn Arabi menegaskan bahwa awal dan akhir memang merupakan satu kesatuan. Sebab, hidup sejatinya memang siklus yang abadi.
Sementara itu, Al-Qur’an menggambarkan perjalanan awal dan akhir dengan sangat indah. Sebagai yang awal, saripati Surat Al-Baqarah memuat tentang “hudan” atau petunjuk, simbol perjalanan dimulai. Sedangkan di bagian akhir, Surat An-Nas ditutup dengan doa perlindungan, penanda batas yang penuh ketundukan. Dua pengertian itu mengajarkan bahwa perjalanan manusia senantiasa diawali dengan pencarian dan diakhiri dengan kepasrahan.
Baca: Bagaimana Proses Kebenaran Dicerna Tubuh? Ini Penjelasan Buya Said Aqil
Pemahaman ini juga relevan dalam keseharian. Keberhasilan adalah akhir dari satu perjalanan, tetapi sejatinya ia membuka babak baru yang kian menantang. Sebaliknya, kegagalan sering menjadi awal pembelajaran, biasanya justru lebih bermakna.
Jangan takut pada akhir, karena ia menyimpan awal yang baru. Tidak pula terlalu terikat pada awal, karena ia tetap akan berakhir. Hidup adalah perjalanan yang berputar, infinity. Awal adalah akhir, akhir ialah awal.[]