Oleh: Ustaz Agung Firmansyah (Direktur Utama Ikhbar.com)
SEBUAH perayaan ulang tahun sering kali dimaknai sebagai waktu untuk bersyukur atas anugerah Allah Swt selama tahun-tahun kehidupan yang telah berlalu, sambil mendoakan kebaikan di usia yang baru dimulai. Di dalam masyarakat yang religius seperti di Indonesia, tradisi ini sering kali disertai dengan ibadah sunah yang dikenal sebagai puasa weton, yang dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan.
Beragam cara perayaan dan ekspresi momen itu, pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kebaikan kepada individu yang tengah berulang tahun.
Namun, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw memiliki dimensi yang berbeda. Tradisi ini memiliki nuansa yang unik. Harapan dan doa yang disampaikan adalah untuk keberkahan bagi mereka yang merayakan. Hal ini disebabkan kedudukan istimewa Nabi Saw di sisi Allah Swt, dan kecintaan kepada Nabi Saw diharapkan menjadi faktor yang membawa berkah kepada individu yang merayakan.
Keunikan peristiwa kelahiran Nabi Saw diceritakan dengan indah dalam puisi-puisi Sayyid Zainal ‘Abidin Ja’far bin Hasan al-Barzanji, dalam magnum opusnya yang terkenal, ‘Iqd Al-Jauhar fi Maulid An-Nabiyyil Azhar atau Maulid al-Barzanji. Dalam puisinya, ia menggambarkan kelahiran Nabi Muhammad Saw sebagai anugerah yang dinikmati seluruh makhluk, baik yang berakal maupun yang tidak.
“Angin basah yang lembut berembus di pagi hari setelah periode kemarau yang panjang, dan bumi diberkahi dengan kemakmuran. Buah-buahan masak, dan alam semesta merasakan kegembiraan atas kedatangan Nabi Saw.”
Baca: Puisi Berhadiah Jubah Nabi
Kelahiran Nabi Saw adalah peristiwa yang telah dikabarkan Allah Swt kepada umat-umat sebelumnya melalui nabi mereka. Keajaiban yang tidak dapat dijelaskan secara logis menyertai tahun kelahirannya. Sejumlah burung misterius dari asal yang tidak diketahui menghentikan pasukan gajah yang berusaha menyerbu Mekah untuk menggulingkan Ka’bah. Mereka melempari pasukan itu dengan tiga batu, dua di kaki tiap-tiap burung, dan satu di paruhnya. Abrahah, pemimpin serangan Habsyi ke Mekah dan pasukannya mengalami kekalahan dan musnah. Tahun tersebut kemudian dikenal sebagai “Tahun Gajah,” dan menjadi penanda tahun kelahiran Nabi Saw yang agung.
Tim FKI Sejarah ATSAR mengabadikan momen penting kelahiran Nabi Saw dengan memukau dalam Lentera Kegelapan (2010). Mereka mencatat bahwa pada hari kelahiran Nabi Saw, kejadian yang aneh terjadi di antara para tamu yang memberi selamat atas kelahiran putra Aminah binti Wahab itu. Seorang pedagang Yahudi mulai berbicara tentang kelahiran Nabi terakhir kepada kerumunan orang Mekah sebelum meminta diantarkan ke rumah Aminah.
“Wahai kaum Quraisy, apakah malam ini ada yang melahirkan seorang anak di antara kalian?”
“Kami tidak tahu,” jawab mereka yang sedang duduk santai.
“Dengarkan kata-kataku! Malam ini lahir seorang Nabi terakhir. Di antara ketiaknya, terdapat tanda kenabian yang ditumbuhi beberapa rambut seperti surai kuda, dan dia tidak akan terlahir kembali.” Pesan tersebut disampaikan kepada semua yang hadir di tempat itu.
Baca: Canda Nabi tentang Nasab Unta
Dengan memperhatikan berbagai peristiwa tersebut, maka sudah sepatutnya umat Islam merayakan kelahiran Nabi Saw dengan suka cita. Alasan yang kuat adalah bahwa beliau merupakan figur yang dijanjikan Allah Swt untuk menunjukkan jalan menuju keridaan-Nya, dan menyelamatkan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Perayaan ini sudah semestinya didasarkan pada spirit persatuan umat, seperti yang dipelopori Salahudin Al-Ayyubi sebagai tujuan munculnya tradisi mulia ini.[]