Ikhbar.com: Cirebon menjadi kota pertama dilangsungkannya acara Temu Kebangsaan #IndonesiaRumahBersama yang dimotori Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Gusdurian. Lewat kegiatan bermodel focus group discussion (FGD) atau kelompok diskusi terarah ini, antarelemen masyarakat diharap mampu saling menguatkan komunikasi dalam mempromosikan semangat toleransi dan kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB).
Koordinator Seknas Jaringan Gusdurian, Jay Akhmad menyebutkan, acara itu akan digelar di sebanyak 30 kota di wilayah Indonesia. Menurutnya, Temu Kebangsaan merupakan salah satu ikhtiar yang digulirkan demi membendung ancaman intoleransi yang masih berpotensi terjadi di Tanah Air.
“Benar, ini semacam ‘sedia payung sebelum hujan.’ Jika Cirebon disebut relatif minim konflik intoleransi, ya penguatan komunikasi ini juga bagian dari bentuk antisipasi atau pencegahannya,” kata dia, di Rumah Cirebon Creative Hub, Kesambi, Kota Cirebon, pada Selasa, 12 April 2023.
Jay mengungkapkan, diskusi yang melibatkan perwakilan dari belasan organisasi, lembaga, dan komunitas lintas iman itu setidaknya memiliki tiga poin tujuan.
“Yakni, membangun ruang titik temu antarelemen masyarakat, mendiskusikan perkembangan isu KBB, dan membuat agenda bersama untuk promosi toleransi dan KBB,” katanya.
Masih ada riak
Meskipun terbilang kondusif, namun, hal itu tidak menjamin bahwa Kota Cirebon terbebas seratus persen dari potensi konflik intoleransi. Perwakilan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Cirebon, Made Supartini mengatakan, gelagat dan aksi sentimen keagamaan masih sering di temukan di lapangan.
“Ya, meskipun tidak sebesar kota-kota lain, tapi riak-riak kecil itu masih ada,” katanya.
Hal itu juga dibenarkan delegasi dari Gereja Bunda Maria, Kota Cirebon, Silvia Agusta. Bahkan, katanya, hal itu masih ditemukan di ranah pendidikan. “Masih ada pem-bully-an terhadap siswa berbasis agama, malah itu pernah dilakukan oleh oknum guru,” katanya.
Oleh karena itu, dia mengaku sangat mengapresiasi titik berat program yang kini sedang dijalankan Kementerian Agama (Kemenag) berupa kampanye semangat moderasi beragama. “Sebab, aparatur sipil negara (ASN), aparat penegak hukum (APH), dan lainnya perlu diberikan pengetahuan itu agar tidak salah dalam bertindak,” ungkap Silvia.
Perkara perizinan hingga bekal kebudayaan
Lain lagi dengan perwakilan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Setempat (PGIS) Kota Cirebon, Gurning. Ia menyebut, saat ini problem KBB masih berkutat pada rumitnya perizinan rumah ibadah.
“Jadi, sebenarnya perlu pemahaman bersama bahwa, misalnya, kebutuhan rumah ibadah Kristen Protestan itu beda dengan Katolik yang hanya mencukupkan satu titik dengan memuat banyak jemaat. Kita, beda. Karena setiap gereja juga dipahami memiliki perbedaan tersendiri,” katanya.
Perkara perizinan juga menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Kota Cirebon, Hafiz. Menurutnya, hingga kini ada sekelompok jemaah JAI di wilayah Kabupaten Cirebon yang masih diblokade dan tidak bisa memanfaatkan masjid yang berada di sekitar mereka.
“Tempat ibadah tidak bisa digunakan. Pemerintah setempat tidak memberi kesempatan kami untuk memakai tempat ibadah tersebut,” aku dia.
Sementara itu, Ketua Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Cirebon, Agung Firmansyah mengatakan, Cirebon telah memiliki modal berupa fakta sejarah sebagai daerah yang menjunjung tinggi toleransi. “Dari namanya saja berasal dari caruban, artinya campuran, beragam. Pemahaman-pemahaman sejarah seperti itu harus secara estafet diedukasi kepada generasi muda demi masa depan Cirebon yang tetap toleran dan cakap keberagaman,” katanya.
Hal senada disampaikan KH Hasan Sadili, perwakilan dari PCNU Kota Cirebon. Menurutnya, beberapa kasus intoleransi, bahkan terduga teroris yang dibekuk di Kota Udang itu cenderung berasal dari kota lain. “Ini berdasarkan data yang kami punya, Cirebon ini, ya, cuma target,” katanya.
Pada sesi berikutnya, para peserta berembuk untuk merumuskan agenda lanjutan terkait agenda promosi toleransi dan pencegahan intoleransi tersebut. Halim, perwakilan dari Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) mengaku sangat berharap banyak terhadap peran Gusdurian dan sejumlah elemen yang terlibat dalam kegiatan tersebut untuk menjaga Kota Cirebon agar tetap terbebas dari kasus-kasus intoleransi yang mengancam nilai-nilai kebangsaan.
“Saya berharap Gusdurian bisa benar-benar melanjutkan apa yang telah dilakukan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), beliau adalah tokoh yang selalu kami (komunitas Tionghoa) bangga-banggakan, karena telah sangat berjasa, terutama dalam mempromosikan toleransi,” katanya.