Ikhbar.com: Belum lama ini Arab Saudi mengeluarkan kebijakan yang cukup kontroversi terkait bulan suci Ramadan. Hal itu disampaikan oleh Kementerian Urusan Agama Islam pekan lalu.
Beberapa poin yang terdapat pada aturan baru Arab Saudi tersebut bahkan sempat memicu reaksi umat Muslim di belahan dunia.
Ada yang menilai bahwa apa yang dilakukan pihak Arab Saudi tersebut sebagai upaya lebih lanjut oleh pemerintah Arab Saudi untuk membatasi pengaruh Islam dalam kehidupan publik.
Jika benar dugaan tersebut, tentu akan bertolak belakang dengan Arab yang kini gencar membuka diri seperti membuat sejumlah pagelaran musik dengan mengundang musisi asing.
Setidaknya terdapat 10 poin yang disampaikan oleh lembaga pemerintahan itu dalam akun Twitternya. Berikut beberapa aturan tersebut dikutip Middle East Monitor, Ahad, 12 Maret 2023.
- Imam dan muadzin tidak boleh absen kecuali sangat mendesak.
- Salat Tarawih (malam) tidak diperpanjang.
- Menyelesaikan salat tahajud pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, sebelum adzan subuh.
- Salat juga diminta diadakan dengan waktu yang cukup, agar tidak menyusahkan jemaahnya.
- Hal-hal seperti menggunakan kamera di masjid untuk memotret imam dan jamaah selama salat tidak diizinkan.
- Tidak mentransmisikan hal-hal terkait masjid atau menyiarkannya di media apa pun.
- Melarang masjid mengumpulkan sumbangan keuangan untuk mengatur makan untuk berbuka puasa bagi orang yang berpuasa.
- Untuk buka puasa, makanan disiapkan dan di area yang ditentukan di halaman masjid bukan di dalam masjid itu sendiri. Ini nantinya dilakukan di bawah tanggung jawab dari imam dan muadzin.
- Pembatasan jumlah dan volume pengeras suara yang mengumandangkan adzan.
- Orang tua tidak diizinkan membawa anak ke masjid untuk salat.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, dilansir dari Al-Saudiya, juru bicara Kementerian, Abdullah Al-Enezi menyatakan bahwa semua hal itu dibuat agar pelaksanaan ibadah lebih teratur dan khusyuk di bawah tanggung jawab imam.
“Kementerian tidak mencegah berbuka puasa di masjid tetapi sebaliknya, menyelenggarakannya, sehingga ada penanggung jawab yang mendapat izin darinya, dan mendapat fasilitas dalam rangka menjaga kesucian dan kebersihan masjid serta tidak memungut sumbangan selain kedinasan,” ucapnya.
Terkait poin larangan merekam dan menyebarkan salat, Al-Enezi menjelaskan bahwa tujuannya tak lain untuk melindungi platform dari eksploitasi.
“Bukan karena ketidakpercayaan terhadap imam, pengkhotbah, atau dosen, melainkan untuk menghindari kesalahan, terutama jika itu tidak disengaja,” tandasnya.