Ikhbar.com: Banjir bandang di Kota Derna, Libya menyebabkan ribuan warga kehilangan nyawa. Peristiwa ini disebabkan Badai Daniel yang merusak bendungan, lalu mengalirkan air deras ke sungai musiman yang melewati bagian timur kota tersebut.
Kejadian itu pun menyebabkan gedung-gedung tinggi tersapu dan hanyut ke laut, serta banyak keluarga yang tengah tertidur di dalamnya menjadi korban.
Otoritas setempat menyatakan jumlah korban meninggal diperkirakan mencapai 18.000-20.000 orang. Sedangkan ribuan korban lainnya masuk ke dalam daftar orang hilang.
Di tengah duka yang dirasakan warga, kondisi ini juga menimbulkan kekhawatiran yang lain. Walikota Derna, Abdulmenam al-Ghaithi mengungkapkan kecemasannya akan epidemi yang bisa menjangkiti seluruh kota.
“Karena banyaknya jumlah mayat di bawah reruntuhan dan di dalam air,” kata dia, dikutip dari Reuters, pada Selasa, 19 September 2023.

Baca: Bumi mulai Mendidih
Urgensi badan cuaca
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) merespons kejadian ini dengan mengatakan hilangnya banyak nyawa mestinya bisa dihindari jika saja Libya memiliki badan cuaca yang berfungsi.
“Jika ada layanan meteorologi yang beroperasi secara normal, mereka bisa mengeluarkan peringatan,” kata Sekretaris Jenderal WMO, Petteri Taalashe di Jenewa.
Menurutnya, otoritas manajemen darurat bencana akan mampu melakukan evakuasi terhadap masyarakat sehingga bisa menghindari sebagian besar korban jiwa.
Potensi bencana ini sebenarnya sudah diperingatkan seorang ahli hidrologi, Abdelwanees AR Ashoor dari Universitas Omar Al-Mukhtar Libya. Dalam makalahnya dia mengatakan, banjir berulang di dasar sungai musiman atau wadi merupakan ancaman bagi Derna.
Ashoor pun menyebutkan lima peristiwa banjir yang terjadi sejak tahun 1942 dan menyerukan tindakan segera untuk memastikan pemeliharaan rutin bendungan tersebut.
Baca: Bencana Lahir Hasil Perceraian Manusia dengan Alam
Salah hitung
Bencana tersebut kini tengah diselidiki pemerintah Libya untuk mengusut pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pemeliharaan bendungan, serta kemungkinan adanya pihak yang menahan bantuan untuk para korban.
Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merevisi jumlah korban tewas akibat banjir di Libya yang semula berjumlah 11.300 orang menjadi hanya 3.958 jiwa. Perubahan data ini disampaikan oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Ahad, 17 September 2023 kemarin. Dalam data itu, OCHA mencatat masih ada lebih dari 9 ribu orang yang hilang.
“Kami menggunakan angka-angka yang baru saja diverifikasi oleh WHO,” Wakil Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, Farhan Haq.
OCHA mengaku mendata korban tewas bencana banjir Libya berdasarkan laporan yang diterima dari Organisasi Palang Merah Libya, termasuk data soal 11.300 ribu korban yang tewas.
Membantah klaim tersebut, Palang Merah Libya menegaskan tidak pernah merilis laporan soal jumlah korban tewas yang tinggi seperti itu kepada PBB.
PBB pun menganggap kekeliruan ini umum terjadi pada suatu tragedi. PBB berjanji akan mengecek ulang kebenaran data yang diterima agar informasi yang disampaikan akurat.