Ikhbar.com: Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan kenaikan biaya jemaah haji tahun 2023 dengan asumsi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp98.893.909 atau naik sekitar Rp514 ribu dari tahun sebelumnya. Angka itu didapat dengan komposisi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibebankan kepada jemaah Rp69.193.733 atau 70% dan besaran subsidi dari nilai manfaat pengelolaan dana haji sebesar Rp29.700.175 atau 30%.
Dengan demikian Bipih yang harus dibayar oleh calon jemaah dibanding tahun lalu ada kenaikan sekitar Rp30 juta/per jemaah.
Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj menyebut kenaikan biaya haji itu sebagai konsekuensi yang sulit dihindari, terutama jika pembandingnya dengan menggunakan acuan biaya sebelum pendemi di tahun 2019.
“Kenaikan biaya haji ini sulit dihindari karena dipicu oleh kenaikan berbagai komponen kebutuhan baik di tanah air maupun di Arab Saudi seperti biaya angkutan udara karena avturnya juga naik, hotel, pemondokan, transportasi darat, katering, obat-obatan, alkes dan sebagainya, belum lagi pengaruh inflasi, sehingga biaya haji mesti beradaptasi atas situasi tersebut,” katanya, Jumat, 20 Januari 2023.
Menurut analisa Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta tersebut, rancangan biaya yang diusulkan Menag tampaknya dalam rangka melakukan rasionalisasi, keberlangsungan, dan kesehatan keuangan. Sebab selama ini subsidi ke BPIH yang ditopang dari subsidi dana yang berasal dari imbal hasil kelolaan keuangan haji terlalu besar dan cenderung tidak sehat. Maka itu harus ada langkah berani untuk mengoreksi dan menyeimbangkan. Hak dan kepentingan jutaan jemaah haji tunggu juga harus dilindungi.
“Uang hasil dari kelolaan dana haji dari jemaah tunggu berkisar Rp160 triliun, seharusnya hasil dri penempatan maupun investasi menjadi hak dari jemaah haji tunggu (waiting list) yang berjumlah saat ini kurang lebih 5 juta orang selaku pemilik dana (shahibul maal). Tetapi selama ini ‘tradisinya’ malah diberikan untuk mensubsidi jemaah haji yg berangkat pada tahun berjalan sampai 100 persen, ini memang harus mulai dikoreksi dan dibenahi,” paparnya.
Pada saat yang sama, biaya setoran awal calon jemah haji belum juga dinaikkan masih di angka Rp25 juta/jemaah, setidaknya selama dua sekade belakangan. Jelas situasi ini sangat menekan keuangan haji yang sekarang ini dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), terlebih dengan kuota normal 221 ribu maka subsidinya juga akan kembali normal.
“Gus Men termasuk sangat berani mengambil kebijakan yang tidak populer ini, yang selama ini sangat dihindari oleh Menteri Agama era sebelumnya, terlebih di tahun politik. Tapi langkah merasionalisasi dan mengoreksi dana haji harus segera diambil demi kemaslahatan yang lebih besar dan melindungi hak dari jutaan jemaah haji tunggu, jika tidak masalah ini akan jadi bom waktu,” paparnya.
Namun demikian, Mustolih beraharap usulan kenaikan biaya haji masih bisa diturunkan dengan melakukan efesiensi menyisir komponen-kompknen biaya yang bisa dipangkas tanpa mengurangi dan berdampak pada kualitas pelayanan penyelenggaraan haji.
Dia juga berharap soal dana haji tidak hanya biaya haji reguler saja yang disampaikan ke publik, tetapi penyelengggaraan biaya haji khusus yang dikelola travel (PIHK/ Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) juga penting untuk dipublikasikan karena ada ribuan orang menjadi calon jemaah haji khusus.