Ikhbar.com: Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan umat Islam bahwa memilih pemimpin hukumnya wajib. Imbauan ini dikeluarkan seiring kian dekatnya hari pencoblosan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak pada Rabu, 27 November 2024.
“Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan kepemimpinan dan pemerintahan dalam rangka menjaga keberlangsungan agama dan kehidupan bersama,” rilis MUI siaran persnya, Sabtu, 23 November 2024.
Baca: 5 Kaidah Fikih Pedoman di Masa Kampanye Pilkada
Oleh karena itu, MUI menekankan keterlibatan umat Islam dalam pemilihan kepala daerah hukumnya wajib. Selain itu, MUI juga memberikan imbauan kepada umat Islam dalam keterlibatan tersebut untuk senantiasa berpegang teguh terhadap ketentuan-ketentuan.
Pertama, pilihan didasarkan atas keimanan, ketakwaan kepada Allah Swt, kejujuran, amanah, kompetensi, dan integritas.
Kedua, bebas dari risywah (suap), money politic (politik uang), khida’ (kecurangan), ghulul (korupsi), oligarki, dinasti politik, dan hal-hal yang terlarang secara syar’i.
Dalam menggunakan hak pilihnya, MUI menyampaikan umat Islam wajib menentukan calon pemimpin yang mampu mengemban tugas amar ma’ruf nahi mungkar.
Baca: 5 Panduan Al-Qur’an agar Kebal Godaan Politik Uang
Dengan memilih calon pemimpin yang beriman, bertakwa, jujur, terpercaya, aktif, dan aspiratif, mempunyai kemampuan dan memperjuangkan kepentingan umat Islam, serta kemaslahatan bangsa.
“Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas, atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang memenuhi syarat atau ada yang mendekati syarat ideal adalah haram,” tulis MUI.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menargetkan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak Nasional 2024 mencapai 82%. Anggota KPU RI Idham Holik mengatakan target tersebut mengacu pada capaian partisipasi pada pemilu yang dinilai cukup tinggi dibandingkan negara-negara demokrasi maju.
“Dengan rata-rata capaian partisipasi 82 persen. Sebuah capaian partisipasi yang terkategori tinggi dibandingkan negara-negara yang katanya mengaku sebagai negara maju dalam demokrasi,” kata dia.
Menurutnya, tingkat partisipasi tidak hanya ditentukan oleh keberadaan tempat pemungutan suara (TPS), tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kesiapan masyarakat dan kondisi sosial-politik yang ada.