Ikhbar.com: Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia, Kementerian Agama (Kemenag) RI menyatakan bahwa pendidikan pesantren secara sah telah mengantongi pengakuan negara dan menjadi jaminan kesetaraan setelah diundangkannya Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
“Ketika negara ini belum lahir, pesantren setidaknya sudah melakukan pemberantasan buta huruf, terutama menjadikan sadar sebagai orang yang beragama. Ini sudah bermula jauh sebelum Indonesia lahir. Tetapi bentuk pengakuan dari negara baru muncul tahun 2019 melalui UU Pesantren,” ujar Sekretaris Majelis Masyayikh, KH Muhyiddin Khatib di Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024.
Baca: Pesantren Ramah Anak Jadi Solusi di Tengah Ancaman Kekerasan yang Meningkat
Pernyataan tersebut disampaikan pada forum bertajuk “Review Draf 2 Dokumen Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Eksternal Pendidikan Formal Pesantren” yang dihadiri 56 undangan, terdiri atas penulis dokumen, peninjau, perwakilan dari Kemenag RI, dan pimpinan pesantren.
Kegiatan peninjauan dokumen sistem penjaminan mutu ini akan diuji dan akan menjadi acuan dalam penjaminan mutu pendidikan pesantren ke depan.
Menurut dia, dokumen sistem penjaminan mutu internal dan eksternal pendidikan formal pesantren nantinya akan menjadi acuan pendidikan formal pesantren dalam menerapkan sistem penjaminan mutunya. Pesantren bukanlah pendidikan alternatif, melainkan pendidikan yang asli dan terus dirawat dari generasi ke generasi dan sudah diakui negara.
Ia menjelaskan, kalangan pesantren telah memiliki legalitas yang jelas dan derajat status yang sama dengan pendidikan formal lainnya. Tidak boleh ada lagi pihak-pihak yang mempermasalahkan legalitas ijazah pendidikan pesantren.
“Usai adanya UU Pesantren semua pihak harus mengakui dan tidak boleh menolak legalitas ijazah pesantren karena akan berhadapan dengan hukum,” kata dia.
Melalui UU tentang Pesantren, penyelenggaraan pendidikan pesantren diakui sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan nasional dalam Sistem Pendidikan Nasional, lulusannya sederajat lulusan madrasah, sekolah atau perguruan tinggi yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia.
“Dokumen ini akan mengatur mekanisme penjaminan mutu pendidikan formal pesantren. Lulusannya setara dengan MI, SD, hingga perguruan tinggi,” kata Kiai Muhyiddin.
Baca: Para Santri di Zaman Nabi
Pengasuh Pesantren Al-Anwar Sarang, KH Abdul Ghofur Maimoen mengatakan, setelah negara memberikan pengakuan penuh, maka kini pesantren tak lagi menghadapi isu rekognisi negara, akan tetapi kualitas lulusannya. Inilah fungsi sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren yang sedang disusun Majelis Masyayikh.
“Segala hal yang terkait dengan pendidikan pesantren itu tidak boleh ditinggalkan kekhasannya. UU Pesantren telah memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi terhadap pesantren dalam melaksanakan fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat,” kata Kiai Ghofur yang juga anggota Majelis Masyayikh ini.
Kiai Ghofur meminta semua pihak memahami substansi UU No 18 tentang Pesantren, yang memberikan derajat setara tanpa harus mengikuti ujian persamaan Kemdikbud atau Kemenag antara pendidikan formal dan nonformal pesantren. Alumni Pesantren secara terbuka berhak mengakses jenjang pendidikan dan pekerjaan tanpa harus khawatir ditolak persoalan administratif.
“Secara umum alumni pesantren dan sekolah umum derajatnya sama, yang membedakan hanya pada pilihan spesialisasi atau kompetensi bidang. Yang menyebabkan alumni pesantren tidak lolos seleksi adalah ujian, bukan syarat administratif atau legalitas ijazah, itu perlu dipahami betul oleh semua pihak,” kata dia.