Ikhbar.com: Sebuah minuman soda unik bernama “Cola Gaza“ mencuri perhatian publik Inggris. Dengan warna merah menyala, desain kaleng yang dihiasi bendera Palestina, motif keffiyeh, dan kaligrafi Arab, minuman ini tak sekadar menawarkan rasa segar, tetapi juga membawa pesan perlawanan terhadap ketidakadilan.
Cola Gaza merupakan gagasan Osama Qashoo, seorang aktivis Palestina yang kini menetap di Inggris. Latar belakangnya sebagai pendiri gerakan solidaritas internasional dan pengalaman panjang dalam membela hak-hak Palestina menjadi inspirasi utama lahirnya produk ini.
“Cola Gaza bukan hanya minuman, tetapi simbol kebebasan yang bebas dari dukungan terhadap genosida,” ungkapnya, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera, Sabtu, 23 November 2024.
Baca: Soft Drink Pertama di Dunia Lahir dari Dapur Muslim, Cikal-bakal Coca Cola
Qashoo menjelaskan bahwa Cola Gaza diluncurkan pada November 2023 sebagai alternatif bagi konsumen yang ingin mendukung Palestina melalui boikot produk perusahaan tertentu. Minuman ini dibuat dengan bahan-bahan khas cola dan memiliki rasa yang manis dan sedikit asam, mirip dengan produk soda terkenal.
Namun, Qashoo menegaskan bahwa formulanya berbeda dari Coca-Cola, salah satu merek yang banyak diboikot karena hubungannya dengan Israel.
Sejak diperkenalkan ke pasar Inggris pada Agustus 2024, Cola Gaza telah terjual lebih dari 500 ribu kaleng hanya melalui tiga restoran milik Qashoo di London. Minuman ini juga tersedia secara daring dengan harga 12 poundsterling (sekitar Rp229 ribu) untuk kemasan enam kaleng. Harganya memang lebih mahal dibandingkan Coca-Cola, yang dijual sekitar 4,7 poundsterling (Rp90 ribu) untuk enam kaleng.
Harga yang terkesan lebih mahal tersebut seolah bukan halangan bagi para konsumen yang mendukung gerakan ini.
Seorang warga London Timur, Nynke Brett mengatakan bahwa rasa Cola Gaza lebih ringan dibandingkan Coca-Cola.
“Minuman ini tidak hanya soal rasa, tetapi juga mendukung Palestina. Itu yang membuatnya lebih istimewa,” katanya.
Keuntungan dari penjualan minuman ini sepenuhnya didonasikan untuk pembangunan kembali ruang bersalin di Rumah Sakit Al-Karama di Gaza.
“Setiap kaleng minuman ini adalah bentuk nyata solidaritas kepada rakyat Palestina,” ujar Qashoo.
Meskipun sekarang sukses besar, perjalanan Cola Gaza ke pasar tidaklah mudah. Qashoo mengaku menghadapi banyak tekanan untuk mengubah elemen-elemen penting dari produk ini, seperti nama, desain, hingga keberadaan bendera Palestina pada kalengnya. Namun, ia menolak semua kompromi.
“Kami tidak akan mengubah sedikit pun identitas Cola Gaza. Ini adalah pesan yang jelas dan jujur tentang apa yang kami perjuangkan,” tegasnya.
Cola Gaza diproduksi di Polandia sebelum diimpor ke Inggris, langkah yang dipilih untuk menekan biaya produksi. Namun, untuk saat ini, produk ini masih sulit menembus pasar yang lebih besar karena kendala politik dan keberpihakan pasar. Meski begitu, minuman ini laris di komunitas Muslim dan Palestina di Inggris, seperti di toko Al Aqsa, Manchester, yang baru-baru ini melaporkan stok mereka habis terjual.
Selain menciptakan alternatif minuman, Qashoo juga ingin Cola Gaza menjadi bagian dari gerakan boikot yang lebih luas terhadap perusahaan-perusahaan besar yang dituding mendukung aksi militer Israel. Coca-Cola, yang memiliki fasilitas di pemukiman ilegal Israel di Yerusalem Timur, telah menghadapi boikot sejak Oktober 2023.
“Perusahaan yang mendukung genosida harus dihukum di tempat yang paling menyakitkan, yaitu pendapatan mereka. Dan gerakan boikot ini membuat mereka berpikir ulang,” ujar Qashoo.
Profesor sosiologi hukum di Erasmus University, Jeff Handmaker menilai bahwa kampanye seperti ini efektif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat.
“Boikot konsumen bukan hanya soal menghukum perusahaan, tetapi juga menciptakan tekanan moral dan kesadaran global tentang ketidakadilan yang terjadi,” katanya.
Baca: Daftar Produk ‘Pendukung’ Israel versi Komunitas Muslim Inggris, Ada Adidas hingga Coca Cola
Selain menjadi minuman, Cola Gaza juga menjadi media untuk mengenalkan kisah perjuangan Palestina kepada dunia. Sebagai seorang aktivis, Qashoo memiliki hubungan mendalam dengan isu ini. Pada 2003, ia terpaksa meninggalkan Palestina setelah menjadi target aksi represi. Ia kemudian menjadi pengungsi di Inggris dan menggunakan film sebagai media perjuangan. Salah satu karyanya, trilogi A Palestinian Journey, bahkan memenangkan penghargaan Al Jazeera New Horizon pada 2006.
Pengalaman tersebut membuatnya memahami pentingnya menyampaikan pesan dengan cara yang kreatif.
“Setiap tegukan Cola Gaza diharapkan menjadi pengingat tentang perjuangan Palestina yang telah berlangsung selama 75 tahun,” tuturnya.
Ke depan, Qashoo berencana menghadirkan versi Cola Gaza yang lebih berkarbonasi untuk memenuhi ekspektasi konsumen. Meski begitu, ia tetap mengedepankan misinya untuk membangun perdagangan, bukan sekadar menerima bantuan.
“Ini adalah tentang memberi, bukan meminta,” tegasnya.
Dengan minuman ini, Qashoo berharap generasi mendatang terus mengingat perjuangan Palestina.
“Cola Gaza adalah pesan kecil tetapi kuat. Ini seperti mengatakan, ‘Selamat menikmati minuman Anda. Salam dari Palestina,” pungkasnya.