Tak Ada Dukungan Jadi Alasan Seseorang Nekat Bunuh Diri, Kata Psikolog

Ilustrasi bunuh diri. Foto: Shutterstock/far

Ikhbar.com: Belum lama ini masyarakat Indonesia digemparkan dengan peristiwa bunuh diri yang dilakukan satu keluarga. Mereka loncat secara bersamaan dari lantai 22 apartemen di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara itu terjadi pada Sabtu, 9 Maret 2024.

Polisi masih mendalami motif keluarga yang nekat melakukan bunuh diri itu. Dugaan sementara, mereka memilih mengakhiri hidupnya karena permasalahan utang.

Di sisi lain, Psikolog klinis dewasa lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Nirmala Ika, M.Psi mengungkapkan salah satu penyebab seseorang nekat melakukan bunuh diri.

Menurutnya, tidak adanya dukungan dari lingkungan atau sistem sehingga tak menemukan jalan keluar dari masalah hidup bisa menjadi salah satu alasan seseorang mengakhiri nyawa.

Baca: Kenalkan Ramadan sebagai Bulan Menyenangkan bagi Anak-anak

“Bisa jadi karena tidak ada dukungan sama sekali atau dia memang punya kondisi kesehatan tertentu sehingga kemampuan untuk berpikir logis analis tidak bisa berkembang dengan baik,” ujar Nirmala dikutip dari Antara pada Kamis, 14 Maret 2024. 

Ia menjelaskan, orang-orang yang memilih untuk bunuh diri lantaran mereka tidak mempunyai jalan keluar atas permasalahannya, bukan berpendapat keputusan itu sebagai jalan pintas.

“Ketika ada pemberitaan soal bunuh diri, misalnya, ditulis karena putus cinta, tidak sesederhana itu sebenarnya masalahnya. Dia tidak bisa menemukan jalan lain,” kata dia.

Hal itu merujuk pada orang-orang yang pernah melakukan aksi mengakhiri nyawa namun gagal.

Selain karena tidak menemukan jalan keluar, menurut Nirmala tidak mempunyai resiliensi atau ketangguhan terhadap permasalahan yang terasah dengan baik juga berpengaruh terhadap seseorang untuk melakukan aksi bunuh diri.

“Resiliensi atau daya lenting terhadap suatu masalah ini bisa diasah dan perlu diajarkan pada anak sejak dini. Salah satu caranya, yakni dengan melatih regulasi emosi,” jelas dia.

Regulasi emosi, kata dia, yaitu mengenali perasaan dan mengetahui cara mengelolanya. Nantinya, ini menuntun seseorang untuk mengedepankan logika ketimbang emosi.

Baca artikel kami lainnya di Google News.