Ikhbar.com: Serangan militer Israel ke jalur Gaza sudah memasuki hari ke-23. Belum ada tanda-tanda dari pimpinan negara zionis tersebut untuk menyudahi kejahatan yang telah merenggut ribuan nyawa warga sipil Palestina itu.
“Bahkan, para pemimpin Israel bersumpah ‘perang akan dilancarkan tanpa henti melawan Hamas,” tulis laporan surat kabar Mesir, Al-Ahram, dikutip pada Ahad, 29 Oktober 2023.
Baca: Warga Palestina: Kami masih Hidup, Negara Arab dan Muslim yang Mati!
Protes dari Benua Biru
Tindakan Israel pun menuai banyak kecaman. Protes itu tidak hanya datang dari negara Arab dan negeri-negeri Muslim lainnya, tetapi juga mulai merambat di Eropa.
“Ribuan demonstran berkumpul di Bilbao di Spanyol bagian utara dengan mengibarkan bendera Palestina dan poster yang berisi kecaman atas serangan Israel ke Gaza. Mereka juga menyebut bahwa Amerika Serikat (AS) turut mendukung ‘genosida’ rakyat Palestina tersebut,” tulis mereka.
Protes itu terjadi setelah lebih dari satu juta warga Turki berunjuk rasa di Istanbul. Gerakan serupa juga terjadi di London, Inggris. Puluhan ribu orang berbaris dan melakukan protes.
![](https://ikhbar.com/wp-content/uploads/2023/10/2023-638341243273155250-315.jpg)
“Di Swiss, ribuan orang melakukan protes terhadap serangan Israel di Gaza. Mereka berkumpul dan menyuarakan protesnya di Zurich, Lausanne, Bern, dan Jenewa,” tambahnya.
Di Paris, Prancis, ribuan orang juga berkumpul untuk mengecam serangan Israel ke Gaza. Sementara di Italia, ribuan pengunjuk rasa menuntut Israel berhenti membom Gaza dan mendukung perlawanan Palestina.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell menyebut serangan Israel ke Gaza merupakan situasi yang sangat menyedihkan. Dia menuntut Israel dan Hamas melakukan gencatan senjata dan membuka akses penyaluran bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza.
“Gaza benar-benar gelap dan terisolasi. Sementara penembakan besar-besaran terus berlanjut. UNRWA memperingatkan tentang situasi putus asa masyarakat Gaza yang tidak memiliki listrik, makanan, dan air,” katanya.
“Terlalu banyak warga sipil, termasuk anak-anak, yang terbunuh. Ini bertentangan dengan Hukum Humaniter Internasional,” sambung Borrell.
Pemimpin Hamas di Jalur Gaza, Yahya Sinwar mengatakan pihaknya bersedia untuk melakukan pertukaran tahanan dengan militer Israel.
“Kami siap untuk segera melakukan kesepakatan pertukaran tahanan yang mencakup pembebasan semua tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel dengan imbalan semua tahanan yang ditahan oleh perlawanan Palestina,” kata Sinwar.
Meski begitu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menegaskan pihaknya tidak akan menyepakati gencatan senjata.
“Kami menyerang Hamas dengan kekuatan brutal dalam pertempuran yang sangat berbeda dari semua pertempuran sebelumnya,” katanya.
Senada, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan perang di Jalur Gaza tidak akan berhenti sebelum pihaknya benar-benar telah berhasil menghancurkan Hamas.
“Tujuan kami jelas, membebaskan para sandera dan menghancurkan kemampuan Hamas,” tukas Netanyahu.
![](https://ikhbar.com/wp-content/uploads/2023/10/41_2023-638341158971642015-164.jpg)
Baca: Konflik Gaza Bongkar Kedok Kebebasan Ekspresi di Barat
Korban terus bertambah
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Ashraf Al-Qedra melaporkan, warga Palestina yang meninggal dunia imbas perang telah mencapai 7.326 jiwa. Dari total tersebut, sebanyak 3.038 di antaranya anak-anak.
“Jumlah korban tewas akibat agresi Israel di Jalur Gaza telah mencapai 7.326 orang, termasuk 3.038 anak-anak, 1.726 wanita, dan 414 orang lanjut usia,” kata Al-Qedra.
Dalam laporan itu juga disebutkan sebanyak 18.484 warga Gaza mengalami luka-luka dan ada 41 pembantaian dalam beberapa jam terakhir yang merenggut nyawa 298 orang.
“Sebagian besar dari mereka mengungsi ke Jalur Gaza selatan, yang menurut Israel aman,” ucapnya.
Lebih lanjut, Al-Qedra juga mengaku menerima laporan 1.700 orang dinyatakan hilang, serta 940 anak-anak yang masih tertimbun reruntuhan.
Sekitar 104 petugas medis juga disebut tewas dan 25 ambulans tak lagi berfungsi karena serangan Israel.
“Pendudukan Israel dengan sengaja menargetkan 57 institusi kesehatan, dan membuat 12 rumah sakit serta 32 pusat perawatan primer tidak berfungsi, sebagai akibat dari penargetan maupun kegagalan dalam mendatangkan bantuan bahan bakar,” pungkas Al-Qedra.