Ikhbar.com: Perbedaan rasa antara daging kurban dan daging yang dijual di supermarket atau pasar tradisional bukanlah sekadar mitos. Fakta tersebut diungkapkan Dokter hewan sekaligus edukator kesehatan hewan, drh. Nadira.
drh. Nadira melalui akun TikTok @doknut menjelaskan bahwa perbedaan rasa tersebut berkaitan erat dengan kondisi stres pada hewan sebelum disembelih.
Ia memaparkan bahwa hewan yang stres, baik karena perjalanan panjang, suhu kandang yang ekstrem, atau perlakuan yang tidak tepat, akan mengalami penurunan kualitas daging.
“Dalam kondisi stres, tubuh hewan menggunakan cadangan energi berupa glikogen secara berlebihan. Akibatnya, saat disembelih, kadar glikogen dalam tubuhnya sudah menipis dan produksi asam laktat menurun. Hal ini berdampak langsung pada nilai pH daging,” jelasnya dikutip pada Sabtu, 7 Juni 2025.
Normalnya, kata dia, pH jaringan hewan hidup berada di angka 7. Setelah pemotongan, pH ideal daging akan turun perlahan menjadi sekitar 5,4–5,7 dalam waktu 18–24 jam—fase ini disebut sebagai pH ultimate. Namun, jika hewan terlalu stres, pH daging bisa tetap tinggi, yakni di atas 6. Daging dengan pH tinggi ini cenderung lebih gelap, cepat busuk, dan tidak juicy saat dimasak.
Baca: Tafsir QS. Ash-Shaffat Ayat 102-107: Seni Merelakan ala Nabi Ibrahim dan Ismail
Selain stres jangka panjang, stres sesaat seperti cara penanganan yang kasar atau suasana menegangkan sebelum disembelih, misalnya melihat hewan lain disembelih lebih dul juga bisa menurunkan kualitas daging. Suhu tubuh hewan meningkat tajam, glikogen cepat habis, dan pH turun drastis dalam waktu singkat.
“Akibatnya daging menjadi pucat, basah, dan mudah rusak karena protein dalam daging mengalami denaturasi dan kehilangan kemampuan menyerap air,” katanya.
Menariknya, pada momentum Iduladha, hewan kurban umumnya diperlakukan dengan lebih baik dan tenang. Sebab proses pemotongan biasanya dilakukan panitia yang paham tata cara syariat Islam, termasuk memperlakukan hewan dengan lembut sebelum disembelih. Ini membantu mengurangi stres pada hewan dan menjaga kualitas daging.
Di sisi lain, daging di supermarket sering kali berasal dari hewan yang dibawa dari tempat jauh, ditempatkan di kandang sempit, dan disembelih dalam sistem produksi massal. Kondisi ini rentan menimbulkan stres berkepanjangan yang berpengaruh pada tekstur, warna, dan cita rasa daging.
Karena itulah, meskipun tidak semua proses pemotongan kurban dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) ketat, suasana sakral dan penanganan penuh empati saat Idul Adha dapat memberikan hasil yang lebih baik.
“Stres memang sangat memengaruhi kualitas daging,” ujar drh. Nadira.
Ia juga menegaskan bahwa idealnya pemotongan dilakukan di RPH. Namun pada hari-hari besar keagamaan seperti Iduladha, pemerintah memberikan kelonggaran. Oleh sebab itu, ia mengimbau masyarakat untuk tetap mengedepankan prinsip kesejahteraan hewan, bahkan ketika pemotongan dilakukan di luar RPH.
Melalui kontennya itu, drh. Nadira menyarankan bahwa daging kurban sebaiknya dikonsumsi dalam keadaan segar dan tidak melalui proses distribusi panjang seperti daging komersial.
Namun, jangan langsung mengolahnya “setelah disembelih. Sebaiknya daging diistirahatkan terlebih dahulu selama beberapa jam agar ototnya tidak kaku. Setelah itu, barulah daging bisa dimasak agar hasilnya lebih empuk dan lezat,” tandasnya.